Minggu, 09 Januari 2011

Takutnya Para al- Mukmin ( 4 )

Malik bin Dinar berkata, “sewaktu aku bertawaf mengelilingi BaituLlah tiba-tiba aku dekat seorang anak perempuan yang kuat beribadah. Ia bergantung pada tirai Ka’bah dan berdo’a : “Hai Tuhanku, banyaklah nafsu keinginan yang telah hilang kelezatannya dan tinggal ikutannya. Hai Tuhanku, apakah tidak ada bagi Engkau pelajaran dan siksaan selain neraka ?”. Dia menangis dan senantiasalah ia demikian di tempatnya berdiri sehingga terbit fajar”.
Malik berkata, “Maka tatkala aku melihat yang demikian lalu aku letakkan tanganku ke atas kepalaku dan dengan menjerit aku berkata, “Ditiadakan Malik oleh Ibunya”.
Diriwayatkan bahwa Al-Fudhail dilihat orang pada hari arafah (9 Dzulhijjah) dan orang banyak itu berdoa sedangkan Al-Fudhail itu menangis seperti tangisan seorang wanita yang kehilangan anak yang menghadapi kebakaran sehingga apabila matahari hampir terbenam maka Al-Fudhail menggenggam janggutnya kemudian mengangkat kepalanya memandang ke langit dan berdoa “Demi kejahatanku kepada Engkau, dan kalau kiranya Engkau ampunkan”. Kemudian ia berbalik bersama manusia ramai.
Ditanyakan kepada Ibnu Abbas perihal orang-orang yang takut maka beliau menjawab, “Hati mereka luka disebabkan takut itu, dan mata mereka menangis. Mereka mengatakan ‘bagaimana kami bergembira sedangkan mati itu di belakang kami dan kubur itu di depan kami, hari kiyamat itu janjian bagi kami, di atas neraka jahanam itu jalanan kami, dan di hadapan الله Tuhan kami tempat pemberhentian kami’”.
Al-Hasan Al-Bashri melewati seorang pemuda dan pemuda itu tengah tenggelam dalam ketawanya. Dia duduk bersama orang banyak di dalam suatu majlis lalu Al-Hasan berkata kepadanya, “hai anak muda, adakah engkau pasti selamat melalui titian ?”
Anak muda itu menjawab, “Tidak”.
Al-hasan bertanya lagi, “Adakah engkau ketahui bahwa engkau berkesudahan ke surga atau ke neraka ?”
Anak muda itu menjawab, “Tidak”.
Al-Hasan bertanya pula, ‘Maka Ketawa apakah ini ?”
Maka anak muda itu tidak terlihat tertawa lagi sesudah itu.

Adalah Ahmad bin AbduRrabbih apabila ia duduk maka ia duduk dengan tidak tenang di atas kedua telapak kakinya, lalu ditanyakan kepadanya, “bilamana engkau dapat duduk dengan tenang ?”
Maka beliau menjawab, “Itu duduk orang yang merasa aman, dan aku tidak merasa aman karena aku berbuat maksiyat kepada الله تعالى.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar