Kamis, 06 Januari 2011

Belajar Membaca Al Hikam ( 16 )

                   Bagaimana mungkin Allah Terhijab Daari Kita

Bagaimana digambarkan bahwa sesuatu dapat menghalangi Dia / menjadi hijab bagi الله padahal Dia-lah Yang menampakkan segala sesuatu. (atas apa yang Ia sinarkan sehingga tampaklah seluruh alam yang semula tidak ada menjadi wujud)
Bagaimana digambarkan bahwa Dia (لله) terhijab oleh sesuatu padahal Dia-lah Yang tampak dengan segala sesuatu. (Sehingga dari sesuatu yang wujud, orang-orang dapat mengambil dalil akan adanya لله), sebagaimana firman لله SWT,
"Akan Kami perlihatkan kepada mereka ayat-ayat Kami pada setiap ufuk dan pada diri kamu sekalian."
Bagaimana digambarkan bahwa Dia (لله) terhijab oleh sesuatu padahal Dia tampak di dalam segala sesuatu. (karena sesungguhnya Dia bermanifestasi di dalam segala sesuatu dengan segala kebagusan sifat-sifat-Nya dan asma-asma-Nya).
Bagaimana digambarkan bahwa Dia (لله) terhijab oleh sesuatu padahal Dia-lah yang tampak bagi segala sesuatu. (di dalam mengkondisikan segala sesuatu sehingga semua yang ada tunduk dan sujud kepada-Nya, bertasbih dengan me-Maha Sucikan-Nya, akan tetapi kita tidak faham dengan tasbih dan tahmid mereka).
Bagaimana digambarkan bahwa Dia (لله) terhijab oleh sesuatu padahal Dia telah ada sebelum adanya segala sesuatu. (sebagaimana aktualisasi nama-nya Yang Maha Azali dan Yang Maha Abadi)
Bagaimana digambarkan bahwa Dia (لله) terhijab oleh sesuatu padahal Dia lebih tampak daripada segala sesuatu. (Karena Yang wujud sudah pasti lebih tampak daripada yang ‘adam / tidak wujud pada segala keadaan, vsebagaimana telah diterangkan bahwa segala sesuatu selain لله pada hakikatnya adalah ‘adam apabila disandingkan dengan wujud لله.
Bagaimana digambarkan bahwa Dia (لله) terhijab oleh sesuatu padahal Dia adalah Dzat Yang Maha Esa yang tidak ada sesuatu yang menyertai-Nya. (Karena segala sesuatu selain Dia adalah sudah pasti ‘adam / nihil.

Bagaimana digambarkan bahwa Dia (لله) terhijab oleh sesuatu padahal Dia lebih dekat kepadamu daripada segala sesuatu. (dikarenakan kesenantiasaan Dia meliputi engkau dan dikarenakan adanya Dia yang mengatur diri engkau.
Bagaimana digambarkan bahwa Dia (لله) terhijab oleh sesuatu padahal kalau bukan karena Dia maka tidak akan terwujud segala sesuatu.
Alangkah ajaib, bagaimana Yang Wujud akan tampak di dalam sesuatu yang tidak ada (kosong). (karena العدم adalah gelap, dan الوجود adalah terang. Dan keduanya adalah berlawanan sehingga tidak mungkin terkumpul keduanya.
Bagaimana sesuatu yang baru (الحدث) akan eksis disandingkan dengan Dzat Yang memiliki sifat Dahulu. (karena sesuatu yang bathil tidak akan eksis apabila tampak Yang Haq sebagaimana firman لله SWT :
Katakanlah kepada mereka, telah datang kebenaran dan rusaklah yang bathil. Sesungguhnya yang bathil akan binasa.
Dan sebagaimana firman-Nya:
Tetapi kebatilan kami halau dengan kebenaran sehingga menjadi sia-sia maka kemudian ia binasa.

Belajar Membaca Al Hikam ( 13 )


 Sebagian Tanda Kebutaan Hati


(KESUNGGUHAN KAMU UNTUK MEMPEROLEH APA YANG TELAH DIJAMIN الله UNTUKMU) Yaitu segala sesuatu yang telah الله tanggung seperti rizki sebagai kemurahan الله dan kebaikan-Nya, sebagaimana firman اللهDan berapa banyak segala yang melata di atas bumi tidak membawa rizkinya. الله lah yang memberi rizki kepada mereka, demikian pula rizkimu…” SEDANGKAN KAMU LALAI TERHADAP KEWAJIPAN YANG DIAMANATKAN KEPADAMU) yaitu beberapa amalan ibadah yang menyebabkan kamu sampai kepada-Nya seperti beberapa bacaan dzikir dan shalawat dan lain-lain dari bermacam-macam keta’atan sebagai mana firman الله “Dan tidaklah Aku jadikan Jin dan Manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku. ( yang demikian ini MENUNJUKKAN KEBUTAAN MATA HATIMU).
Sesuatu yang telah ditanggung الله bagi hambanya adalah rizki yang dengan rizki tersebut hamba الله dapat mempertahankan eksistensinya untuk hidup di dunia. Dan arti pertanggungan الله dalam hal rizki hamba-Nya adalah bahwa الله menjamin rizki untuk kelangsungan hidup hamba-Nya dan الله menghendaki hamba tersebut hatinya menjadi lapang serta tidak menanggung beban berat dalam mencarinya, atau hati menjadi susah karenanya. Adapun yang dituntut oleh الله atas hambanya adalah amal ibadah agar hamba tersebut dapat sampai kepada kebahagiaan di akhirat dan dekat dengan الله Ta’ala. Dan yang dimaksudkan ibadah sebagai tuntutan dari الله adalah bahwasanya serangkaian keta’atan tersebut menjadi beban yang harus dilakukan oleh hamba secara bersungguh-sungguh sebagaimana telah diatur dalam syari’at mengenai sebab dan waktunya dan lain sebagainya. Pada sebagian atsar diterangkan firman الله Ta’ala “Wahai hambaKu ta’atlah kepadaKu dan janganlah engkau mengaturKu untuk hal kebaikanmu”.
Telah berkata Ibrahim Al-Khawash, “Ilmu itu kesemuanya terdapat dalam dua kalimat yaitu ‘Jangan engkau bebani diri dengan sesuatu yang telah dijamin, dan jangan sia-siakan sesuatu yang diwajibkan. Oleh karena itu barang siapa yang telah mampu menempati keadaan ini (yaitu bersungguh-sungguh dalam menjalankan kewajiban dan melapangkan hati terhadap sesuatu yang telah ditanggung الله Ta’ala) maka sungguh telah terbukalah mata hatinya dan telah bersinarlah nuurul Haq / cahaya kebenaran di dalam hatinya dan telah berhasilah ia mencapai puncak tujuan. Akan tetapi bagi yang sebaliknya, maka sengguh telah kabur dan butalah mata hatinya.
Adapun pengarang kitab ini rahimahuLlah memberikan istilah Ijtihad (bersungguh-sungguh), hal ini memberikan isyarah bahwa mencari rizki secara wajar dan tidak memforsir diri hanya untuk tujuan duniawi semata adalah tidak terecela dan mubah hukumnya, dan bukan termasuk perkara yang dapat mengeruhkan mata hati. Telah disebutkan dalam kitab Tanwirul Qulub, perihal firman الله Ta’ala, “Dan perintahkanlah kepada keluargamu untuk melakukan shalat, dan bersungguhlah dalam mengerjakannya. Sesungguhnya Aku tidak meminta rizki darimu akan tetapi Aku lah yang memberimu rizki” Maksud ayat ini adalah “Laksanakanlah pelayanan kepadaKu maka Aku akan melaksanakan pembagian rizki dariKu –Qum bikhidzmatiNa, wa Nahnu Naquumu laka biqismatiNaa.” Di sini terdapat dua perkara, yaitu perkara yang telah dijamin/ditanggung الله maka janganlah engkau sedih karenanya, dan perkara tuntutan الله kepadamu maka jangan di sia-siakan. Oleh karena itu barang siapa yang bersungguh-sungguh atas sesuatu yang telah dijamin sementara ia melalaikan sesuatu yang diwajibkan, maka tampak jelaslah kebodohannya, dan telah meluaslah kelalaiannya.
Bukankah kita telah melihat bahwa الله telah memberi rizki kepada orang yang durhaka kepada-Nya, maka bagaimana mungkin الله tidak memberi rizki kepada hambanya yang ta’at. Jikalau الله telah mengalirkan rizki-Nya kepada orang yang ingkar / kufur kepada-Nya, bagaimana mungkin الله tidak memberi rizki kepada hambanya yang beriman. Bukankah kita sebagai orang mukmin telah mengetahui dengan jelas bahwa dunia telah dijamin bagi kita, dan amal untuk akhirat adalah tuntutan bagi kita. Sebagaimana firman الله,”Watazawwaduu fa inna khaira zaad at-taqwa dan persiapkanlah bekal dan sebaik-baik bekal adalah taqwa”. Sebagian dari mereka (orang-orang shalih) berkata, “Sesungguhnya الله telah menjamin kemaslahatan duniaku dan الله menuntut amal untuk akhiratku. Dan Tidaklah الله menuntut kemaslahatan duniaku dan menjamin akhiratku.”

Belajar Membaca Al Hikam ( 12 )

  Apabila Hawa Nafsu Dibelenggu Dengan Meninggalkan Perbuatan Dosa Maka Hati akan Dapat Menjelajah Alam Malakkut
BAGAIMAAN HATI DAPAT BERSINAR SEDANGKAN GAMBAR RUPA-RUPA ALAM TERPAHAT DI DALAM CERMINNYA. ATAU BAGAIMANA HATI DAPAT SEGERA BERANGKAT KEPADA ALLAH SWT PADAHAL IA TERBELENGGU DENGAN SYAHWAT-SYAHWATNYA. BAGAIMANA KITA SANGAT MENGINGINKAN DAPAT MASUK KE HADIRAT ALLAH SWT SEDANGKAN HATI BELUM SUCI DARI KOTORNYA KELALAIAN. BAGAIMANA KITA MENGHARAPKAN DAPAT MEMAHAMI HALUSNYA RAHASIA-RAHASIA SESUATU PERKARA SEDANGKAN HATI BELUM BERTAUBAT DARI KESALAHAN-KESALAHANNYA.
Bersatunya dua perkara yang berlawanan adalah mustahil (sesuatu yang tidak mungkin terjadi) seperti bersatunya gerak dan diam, bersatunya cahaya dan kegelapan. Dan beberapa permasalahan yang disampaikan di atas adalah sesuatu yang berlawanan yang tidak akan mungkin dapat bertemu.
Sesungguhnya bersinarnya hati itu disebabkan oleh cahaya iman dan yakin berlawanan dengan الظلمة (kegelapan) yang menguasainya sehingga menyebabkan berdamainya dia dengan الاغيار (Segala sesuatu selain Allah SWT) dan berdamainya pula ia dengan hal duniawi serta berpegangan erat ia dengannya.
Adapun berangkat menuju pendekatan diri kepada Allah SWT adalah dengan memotong jeratan hawa nafsu dan pengekangan syahwat, tidak dengan pelepasannya yang mengakibatkan diri menjadi terbelenggu tak berdaya untuk bergerak berangkat menuju Allah SWT.
Adapun masuk ke hadirat Allah SWT mewajibkan kesucian dari orang yang memasukinya serta kelurusan hati. Tidak dengan kekeruhan hati dan kelalaiannya yang akan menyebabkan kejauhan hati dari Allah SWT.
Untuk dapat memahami rahasia perkara yang halus dapat diperoleh dengan taqwa tidak dengan berlarut-larutnya berbuat maksiyat. Yang demikian ini telah diisyaratkan oleh firman Allah SWT
واتقو الله ويعلمكم الله
Dan bertakwalah kamu kepada Allah maka Allah akan mengajarimu.
Dan sebagaimana yang diriwayatkan dalam hadits
من عمل بما يعلم ورثه الله العلم ما لم يعلم
Barang siapa yang mengamalkan ilmu yang ia ketahui maka Allah SWT akan memberikan ilmu (baru) yang belum ia ketahu.
Imam Ahmad bin Hambal berkata kepada Ahmad Ibn Aby al-Hawary RA, “Wahai Ahmad ceritakan kepadaku sebuah kisah yang pernah engkau dengar dari ustadz engkau Abu Sulaiman”. Kemudian Abi Al Hawary menjawab, “Aku pernah mendengar Abu Sulaiman berkata,’Apa bila hawa nafsu dibelenggu dengan meninggalkan perbuatan dosa maka hati akan dapat menjelajah alam malakut dan hati akan menjadi tempat datangnya hikmah walaupun ia tidak di bimbing oleh orang yang yang alim’”.
Mendengar itu maka Ahmad bin Hambal berdiri dari tempat duduknya tiga kali dan duduk kembali tiga kali sambil berkata, “Belum pernah aku mendengar di dalam hikayat islam sesuatu yang lebih mentakjubkan daripada ini”. Kemudian Ibnu Hambal membacakan hadits di atas dan berkata kepada Ahmad Abi al-Hawary, “Engkau benar wahai Ahmad, dan benar pula ustadz engkau, “. Dan karena inilah Al-Muallif merasa heran terhadap orang yang beri’tiqad adanya persekutuan dari dua hal yang berlawanan tadi dan itu adalah sesuatu yang mustahil. Demikian pula mengherankan bagi orang yang menginginkan derajat Rijal sedang diri masih memiliki karakter yang tidak baik.......