Jumat, 11 Januari 2008

Belajar Membaca Al Hikam ( 17 )

 Amal Dzahir Selamanya Mengikuti Keadaan Bathin




Bermacam-macam amal (yang dilakukan hamba Allah) disebabkan berbeda-bedanya warid (kondisi/suasana hati yang diberikan Allah kepada hambanya).
Yang dimaksud warid adalah keadaan atau suasana hati yang mendorong kepada melakukan amal perbuatan. Dan terkadang disebut pula hal demikian ini dengan istilah al-haal. Terkadang kita melihat ada seorang murid rajin mengerjakan shalat, dan sebagian lainnya sibuk dengan mengerjakan puasa, yang demikian ini karena warid dari Allah menarik orang untuk condong mengerjakan sesuatu amal tertentu. Oleh karena itu diutamakan bagi setiap orang untuk beramal sesuai dengan warid atau feeling yang datang ke dalam hati mereka, pabila ia tidak mendapatkan bimbingan dari Syaikh atau guru spiritual yang membimbingnya. Akan tetapi apabila ia dibawah bimbingan syaikh, maka janganlah ia menyibukkan diri terhadap sesuatu amalan apapun tanpa izin dan restu syaikhnya.
Dan kesimpulan dari semua ini adalah bahwa berbeda-beda amal yang dilakukan oleh para murid yang shidiq semua itu tumbuh dari adanya perbedaan warid yang datang di dalam hati mereka. Maka sudah seharusnya mereka melakukan amal yang sesuai dengan warid yang datang kepada mereka dengan syarat sebagaimana yang disebutkan di atas, dan tidak melakukan amal yang tidak sesuai dengan warid yang datang kepada mereka.
Selanjutnya dapat dikatakan pula bahwa yang dimaksud warid adalah keadaan yang datang di dalam hati dari beberapa macam ma’arif Rabbaniyah (pengetahuan hal ketuhanan) dan asrar ruhaniyah (rahasia ruhani) yang menyebabkan hati merasakan beberapa keadaan yang mendorong melakukan amal yang baik. Diantara warid ada yang menyebabkan haibah dan ada pula warid yang menyebabkan hati merasa selalu mengalir bersama taqdir Allah, dan sebagian lagi warid yang menyebabkan al-qabdu (hati tergenggam oleh taqdir Allah) sehingga hati menjadi sempit dan tidak berdaya di bawah genggaman kekuasaan Ilahi, sebagian lagi ada pulan warid yang menyebabkan al-basthu (kelapangan dan keluasan hati, sehingga hati merasakan kepuasan, kebebasan dan kemerdekaan yang hakiki) dan lain sebagainya dari bermacam-macam ahwal / keadaan. Dan karena warid yang bermacam-macam, maka amal yang bersesuaian dengan warid tersebut juga berbeda-beda pula. Dan amal dhahiriyah selamanya selalu mengikuti kondisi keadaan bathiniyah hati.

Belajar Membaca Al Hikam ( 15 )


Tidak terlepas dari sifat kebodohan, orang yang hendak mengadakan sesuatu pada waktu yang الله tidak mengadakannya pada saat itu.



Apabila الله تعالى menempatkan seorang hamba pada suatu haal (keadaan) dari beberapa keadaan yang menghendaki ia harus konsisten pada keadaan tersebut, maka hendaknya ia senantiasa bersikap dengan adab yang baik agar ia tetap berada di dalam ahwal yang diberikan الله kepadanya, dan hendaknya ia ridha dengan haal (keadaan) tersebut, dan hendaklah ia ber-muraqabah kepada الله تعالى dengan sangat memperhatikan adab kepada-Nya, dan di dalam keadaan yang demikian senantiasa ia menyesuaikan diri dengan kehendak الله تعالى sampai الله memindahkannya dari satu hal kepada hal yang lain.

Abu Utsman RA berkata, “Aku Selama 40 tahun, tiada sekali-kali الله تعالى menempatkan aku dalam suatu keadaan (hal) kemudian aku membenci keaadan itu. Dan tidak pula Ia memindahkan aku ke keadaan (hal) lain kemudian aku membencinya”.
Dan sesungguhnya membenci suatu (hal) / keadaan ruhani pemberian الله, disertai keinginan dirinya untuk berpindah kepada hal yang lain, maka yang demikian ini sama saja ia ingin mengadakan sesuatu yang tidak diadakan oleh الله. Dan yang demikian ini adalah kebodohan yang nyata dari hamba kepada Tuhannya, dan merupakan Suu-ul adab / akhlak yang tidak baik dari seorang hamba kepada Tuannya عز وجل. Dan yang demikian ini termasuk penentangan terhadap hukum waktu menurut pendapat para sufi, Yang bagi mereka perkara ini termasuk dosa yang cukup besar.

Maka wajib bagi seorang hamba untuk ber استسلام, tunduk dan ta’at terhadap hukum Tuhannya Setiap saat. Itulah etika ubudiyah dan keharusan bagi العلم باالله, dan inilah salah satu makna الوقت pada istilah mereka (ahli tasawuf). Dan sebagian perkataan mereka adalah : الوقت سيف ‘Waktu adalah pedang’. Maksudnya adalah seperti pedang yang memiliki sifat memotong. Oleh karena itu barang siapa yang tidak dapat memperlakukan waktu dengan bijak maka sang waktu akan memotongnya dari jalan الله. Dan sesungguhnya hakikat waktu adalah apa yang wajib disikapi oleh seorang hamba pada memenuhi kehendak الحق. Barang siapa yang ditolong oleh waktu maka waktu baginya adalah keberuntungan. Dan barang siapa yang dikesalkan oleh waktu, maka waktu baginya adalah kesialan.


احالتك الاعمال على وجود الفراغ من رعونات النفس

Keinginanmu menunda amal, hingga nanti jika ada waktu luang, yang demikian itu termasuk memperturutkan nafsu


Apabila seorang hamba bercampuran dengan aktifitas duniawi seperti perniagaan, kerja mencari penghidupan dan lain sebagainya, sudah pasti semua itu membuat dirinya sibuk, yang dapat menghalanginya dari melakukan amal kebajikan. Dan keinginan untuk menunda amal sampai mendapatkan waktu luang sehingga ia berkata, “Nanti jika ada waktu luang maka aku akan beramal”, maka yang demikian ini termasuk memperturutkan hawa nafsu. Menuruti hawa nafsu adalah termasuk kebodohan, sedang kebodohan itu disebabkan oleh beberapa segi, yang pertama adalah ketetapan hati untuk memilih dunia daripada akhirat. Dan yang demikian ini bukanlah sifat orang berakal dan orang-orang beriman. الله تعالى berfirman :

بل تؤثرون الحياةالدني والأخرة خيروأبقى

Bahkan mereka lebih memilih kenikmatan dunia, Dan adalah akhirat itu lebih baik dan lebih kekal.
Kedua, adalah penundaan terhadap amal salih dan menunggu sampai mendapatkan waktu lapang. Dan terkadang ia tidak pernah mendapatkan sama sekali, malahan ia disambar oleh maut terlebih dahulu. Atau akan bertambah kesibukannya karena sesungguhnya اشغال الدنى (kesibukan dunia) akan saling mengajak yang satu kepada yang lain.
Ketiga, barangkali ia sempat mendapatkan waktu yang lapang. Akan tetapi karena berjalannya waktu maka azam-nya sudah berganti, dan niyatnya sudah menjadi lemah. Dan pada yang demikian ini akan mengajak pada menyedikitkan amal dan penolehan kepada kemampuan dan kekuatan dirinya di dalam mengerjakan amal tersebut, bukan karena pertolongan الله.

Oleh karena itu yang paling baik adalah bersegera mengerjakan amal pada seketika dan pada kondisi apa saja, dan segera bangkit ketika mendapat kesempatan sebelum datangnya maut dan hilangnya kesempatan. Dan hendaklah bertawakal kepada الله SWT agar dimudahkan dalam beramal salih.