Rabu, 05 Januari 2011

Belajar Membaca Al Hikam ( 11 )

 Shiddiq

Alloh SWT berfirman, “

يَاأاَيُّهَا الَّذِيْنَ أَمَنُوْ ااتَّقُواْ اللّهَ وَكُوْنُوْا مَعَ الصَّادِقِيْنَ

Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Alloh dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar. (At-Taubah 119)

RasuluLlah SAW bersabda :

لآ يَزَالُ الْعَبْدُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللّهِ تَعَالَى صِدِّيْقًا لآ يَزَالُ الْعَبْدُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللّهِ كَذَّابًا

Ustadz Abu Ali Ad Daqaq berkata, “Shidiq/benar adalah tiang semua perkara. Dengannya perkara menjadi sempurna, di dalamnya perkara menjadi tersusun rapi. Kebenaran / shidiq lah yang mengiringi kenabian. Alloh SWT berfirman :

فَأُولئِكَ مَعَ الَّذِيْنَ اَنْعَمَ اللّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ انَّبِيِّيْنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَآءِوَالصَّالِحِيْنَ

Mereka akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Alloh yaitu para Nabi, para Shidiqiin, para syuhada dan shalihiin”. (An-Nisa 68)

Shadiq atau orang yang ahli kebenaran adalah suatu nama yang harus dikaitkan dengan kebenaran. Sedangkan shidiq untuk tingkatan yang lebih tinggi adalah orang yang banyak atau sangat dalam hal kebenaran. Orang seperti ini kehidupannya banyak didominasi oleh nilai-nilai kebenaran. Hal itu seperti as-sakiir yaitu orang yang ahli mabuk (karena Tuhan) dan al-khamir yaitu orang yang sangat kecanduan minuman khamer. Paling rendah tingkatan shidiq adalah kesamaan baginya antara yang rahasia dan yang tampak. Orang yang shidiq adalah orang yang benar dalam ucapannya, sementara as-shidiqqi adalah orang yang benar dalam segala ucapan, perbuatan dan keadaannya.

Ahmad bin Khadrawaih berkata, “Barang siapa yang menginginkan Alloh senantiasa bersamanya, maka hendaklah tetap dalam kebenaran. Sesungguhnya Alloh bersama orang-orang yang benar”. Al-Junaid mengatakan, “Orang yang benar dalam keseharian akan mengalami pembolak-balikan sebanyak 40 kali, sedangkan orang yang riya dalam 40 tahun tetap dalam satu keadaan”.
Abu Sulaiman Ad-Daraani berkata, “Kalau orang yang benar hendak mensifati apa yang ada di dalam hatinya maka lidahnya tidak akan berkata sesuatupun”.

Dikatakan, “Kebenaran adalah ucapan yang benardi tempat-tempat yang rusak. Kebenaran adalah kesesuaian antara rahasia dan ucapan”.
An-Naqad mengatakan, “Kebenaran adalah pencegahan yang haram”.

Abdul Wahid bin Zaid mengatakan, “Kebenaran adalah pemenuhan hak Alloh dengan perbuatan”.
Sahal bin AbduLlah mengatakan, “hamba yang mencium bau dirinya (nafsunya) atau yang lain maka tidak akan mencium bau kebenaran”.
Abu Said Al-Quraisy mengatakan, “Orang yang benar adalah orang yang mempersiapkan kematiannya dan dia tidak malu jika rahasia pribadinya terungkap”.

Alloh SWT berfirman :

فَتَمَنَّوُاالْمَوْتَ اِنْكُنْتُمْ صَادِقِيْنَ
..”maka inginkanlah kematian jika kamu termasuk orang-orang yang benar”. (Al-Baqarah 94).




Dari Ustadz Abiu Ali Ad-Daqaq yang mengkisahkan bahwa suatu hari Abu Ali Ats-Tsaqafi berkata yang kemudian ditimpali oleh AbduLlah bin Manazil, “Hai Abu Ali, persiapkanlah kematianmuyang merupakan suatu kepastian.”
Peringatan itu disambut sama oleh Abu Ali, “Dan engkau AbduLlah, persiapkanlah kematianmu yang sudah pasti (datang)”.
AbduLlah pun lantas menggelantungkan tangannya dan meletakkan kepalanya sedemikian rupa seraya berkata, “Saya pasti mati”.
Maka Abu Ali terpaku karena dia tidak mungkin menerimanyadengan apa yang dikerjakan AbduLlah, juga karena Abu Ali mempunyai beberapa ketergantungan (pekerjaan) sementara AbduLlah tidak memiliki kesibukan sama sekali (tajrid).

Ahmad bin Muhammad Ad-Dinawari memberikan fatwa, tidak lama kemudian seorang wanita tua berteriak di majlis dengan teriakan yang nyaring. Abul Abas yang melihatnya nberkata, “Kematian pasti datang. Dia melangkah”.
Wanita tua itu menoleh kepadanya seraya berkata, “Saya pasti mati”. Dan sekejap kemudian maut pun menjemputnya

Muhammad Al Washiti berkata, “Kebenaran adalah kebenaran tauhid yang seiring dengan tujuan”. Diceritakan bahwa Abdul Wahid bin Zaid suatu hari memandang seorang bocah dari salah seorang anak temannya. Bocah itu badannya sangat kurus.

“Apa engkau selalu berpuasa wahai anakku ?”
“Saya tidak selamanya berbuka”. Jawab anak itu.
“Apakah kamu selalu shalat malam ?”
“Saya tidak selamanya tidur”.
“Apa yang membuat badanmu kurus ?”
“Keinginan yang selalu ada dan ketersimpanan yang selalu menetap dalam keinginan”.
“Engkau diamlah, maka tidak akan ada yang dapat mencelakakan dirimu”.

Anak itu berdiri kemudian melangkah dua langkah lalu bergumam,”Tuhan, jika Engkau benar, maka ambilah saya”. Seketika itu juga sang anak jatuh tersungkur dalam keadaan tidak bernyawa.

Abu Amar Az-Zujaji bercerita,” Ibu saya telah meninggal dan saya mewarisi darinya sebuah rumah lalu saya jual seharga 50 dinar kemudian saya berangkat pergi haji. Ketika sampai di kota Babil, seorang pegawai pengairan menemani saya dan bertanya ,’Apa yang engkau bawa ?’

Sebelum menjawab, saya berkata di dalam hati, ‘kebenaran adalah kebaikan’. Kemudian saya baru menjawab dengan jelas, “Yang aku bawa uang 50 dinar”.

“Serahkan kepadaku”.
Sayapun menyerahkan bungkusan uang itu. Dia menghitungnya dan memang ditemuakn sejumlah yang saya sebut, namun kemudian ia mengembalikannya kepadaku seraya berkata, “Ambil bungkusan ini, kebenaran (kejujuran) mu telah memberikan kepadaku”.

Dia lantas turun dari kuda dan emngatakan, “Naiklah binatang ini”.
“Tidak, saya tidak menginginkannya”.
“Harus !” Katanya lebih tegas.
Lelaki it uterus mendesakku sampai saya menaiki kendaraannya. “Dan saya akan mengikuti jejakmu”…katanya kemudian

Pada tahun berikutnya dia menjumpaiku dan tetap bersikap seperti semula kepadaku hingga ia mati.

Ibrahim Al-Khawash berkata, “Orang yang benar tidak bias kamu lihat kecuali dalam kewajiban yang ditunaikannya atau keutamaan yang dikerjakan untuk Tuhannya”.
Al-Junaid mengatakan, “Hakikat kebenaran adalah keberadaanmu yang berani membenarkan sesuatu di tempat-tempat yang tidak akan menyelamatkanmu kecuali kebohongan”.

Dikatakan bahwa ada tiga hal yang tidak bias disalahkan yaitu orang yang benar yang merasakan manisnya kehadiran Al-Haq, rasa segan karena penghormatan pada Alloh, dan cahaya ta’at yang membias di wajah. Dikatakan pula bahwa Alloh pernah mewahyukan pada Nabi Dawud AS, “Hai Dawud, Barang siapa membenarkan-Ku dlam kerahasiaannya, maka aku pasti membenarkannya dihadapan para makhluk di dalam suasana ramai”.

Diveritakan bawa Ibrahim bin Dauhah bersama Ibrahim bin Satanabah Al-Badiyah memasuki suatu ruangan. Tiba-tiba Ibnu Satanabah mengatakan, “Buanglah apa saja yang kamu bawa yang membuatmu ketergantungan”.

“Lalu saya membuang semua yang ada padaku selain dinar”. Kata Ibnu Daulah.

“Hai Ibrahim janganlah kamu menyiibukkan yang tersembunyi. Buanglah apa yang ada bersamamu dari hal-hal yang membuatmu ketergantungan”.

“sayapun lantas membuang dinar”.

“Hai Ibrahim, buang apa yang ada bersmamu dari hal-hal yang membuatmu ketergantungan”.

“Saya berusaha mengingat-ingat apa yang saya bawa. Saya baru sadar bahwa saya membawa seutas tali sandal. Saya lalu membuangnya. Saya sudah tidak butuh lagi tali sandal dalam perjalanan kecuali yang saya dapatkan di hadapan saya”.

Melihat itu Ibrahim bin Satanabah berkata, “Seperti inilah orang yang bekerja pada alloh dengan kebenaran”.

Dzun Nun Al-Mishri berkata, “Kebenaran adalah pedang Alloh. Tidak ada satupun yang ditempatinya malinkan akan diputusnya”.
Sahal bin AbduLlah mengatakan, “Awal penghianatan orang-orang yang benar adalah ucapan-ucapan mereka dengan diri mereka sendiri”.
Fatah Al-Maushuli pernah ditanya tentang kebenaran, dia lantas memasukkan tangannya ke dalam tungku panas tempat pembakaran besi dan mengeluarkan besi panas dan diletakkan di telapak tangannya, “Inilah kebenaran”. Ucapnya.

Yusuf bin Asbath mengatakan, “Karena di waktu malam saya bias bergadang dengan kebenaran bersama Alloh, maka hal itu lebih saya sukai daripada saya memukulkan pedangku di jalan Alloh”.

Ustadz Abu Ali Ad-Daqaq berkata, “Kebenaran adalah keberadaanmu sebagaimana yang kamu lihat pada dirimu atau kamu melihat dirimu sebagaimana keberadaanmu”.

Al-Harits Al-Muhasibi pernah ditanya tentang tanda-tanda kebenaran lalu dijawab, “Orang yang benar adalah orang yang tidak peduli seandainya segala hal yang berharga menjadi miliknya keluar masuk ke dalam hati para makhluk untuk perbaikan dirinya. Dia juga tidak senang menampakkan pada manusia kebaikan-kebaikan amalnya meski hanya seberat biji-bijian. Atau juga tidak membenci jika perbuatan buruknya ditampakkan pada manusia. Jika tidak denmikian ini maka belumlah termasuk akhlak orang-orang yang benar”.

Sebagian sufi mengatakan, “Orang yang belum menuneikan kewajiban abadi, maka kewajiban yang insidentil tidak akan diterima.” Lalu ditanyakan, “Apa yang dimaksud kewajiban abadi ?” Kemudian dijawab, “Kebenaran”.

Dikatakan, “Jika engkau menmcari Alloh dengan kebenaran, maka Alloh pasti akan memberimu cermin yang kamu dapat melihat segala hal keajaiban dunia dan akhirat di dalam cermin itu. Dikatakan pula, engkau wajib bersama kebenaran. Sekiranya kamun takut kebenaran akan membahayakanmu, sesungguhnya dia akan memberimu manfaat. Kalau sekiranya kamu melihat kebenaran dapat memberimu manfaat, sesungguhnya ia malah akan membahayakanmu.”

Dikabarkan, segala sesuatu adalah sesuatu, membenarkan kebohongan bukanlah sesuatu. Tanda orang bohong adalah kedermawanannya dengan sumpah meski tanpa diminta (untuk bersumpah).

Ibnu Sirin mengatakan, “Ucapan lebih luas dari kebohongan orang yang cerdik”. Dikatakan pula bahwa yang melunakkan pedang adalah kebenaran.

Belajar Membaca Al Hikam ( 10 )

 Mengandalkan Amal Ibadah

( Termasuk tanda-tanda seseorang berpegangan / mengandalkan amal ibadahnya adalah kurangnya rasa harap akan rahmat الله ketika ia tergelincirز
Berpegangan atau mengandalkan pertolongan الله merupakan sifat arifuun yang ahli mengesakan Tuhan. Dan berpegangan / mengandalkan kepada selain الله adalah sifat orang yang lalai dan bodoh, dan apa saja yang termasuk selain الله hingga berpegangan kepada ilmunya, dan amalnya, dan ahwalnya. Adapun ahli ma’rifat yang selalu mengesakan Tuhan, sesungguhnya mereka berada dalam kondisi kelapangan dalam kedekatannya dengan الله dan musyahadahnya. Mereka selalu menatap / bertawajuh kepada Tuhannya dan mereka fana dari diri mereka sendiri. Oleh karena itu apabila mereka tergelincir dalam dosa atau mereka lalai, maka mereka selalu melihat akan peran dan campur tangan Tuhan terhadap segala sesuatu yang terjadi pada dirinya, dan mereka melihat mengalirnya qadha الله kepada mereka.
Demikian juga apabila mereka dapat melakukan keta’atan kepada الله maka mereka tidak melihat segalanya merupakan hasil dari usahanya sendiri, demikian juga mereka tidak melihat adanya kekuatan dirinya dalam melakukan keta’atan, kerana yang terlebih dahulu masuk ke dalam hati mereka adalah dzikir atau ingat kepadaTuhannya, oleh karena itu dirinya tenang di dalam aliran taqdir-Nya dan hatinya juga tenang terhadap apa saja yang terlintas kepadanya dari pancaran cahaya-Nya. Oleh karena itu tiada beda dari dua keadaan yang dialaminya –yaitu ketika ta’at dan ketika tergelincir dalam dosa-, karena sesungguhnya mereka telah tenggelam di dalam lautan tauhid . Maka dari itu sama saja bagi mereka antara rasa takut / khauf dan harap / raja’ . oleh karena itu tidaklah mengurangi rasa takut mereka meskipun mereka telah berhasil menjauhi kemaksiyatan. Juga tidak menambahi dari harap mereka dengan amal kebaikan yang telah mereka lakukan.

Dikatakan, “Orang ‘arif tegak berdiri kokoh dengan pertolongan الله. Sungguh الله telah menjaga urusan mereka. Apabila tampak keta’atan dari mereka, maka mereka tidak mengharapkan pahala karena mereka tidak melihat dirinya yang melakukan amal keta’atan. Demikian pula apabila terjadi perbuatan dosa, maka mereka tiada melihat selain kepada الله yang mengalirkan taqdirNya. Maka hatinya menjadi tenang dengan الله dan penglihatannya kepadaNya dan takut akan kebesaranNya serta harapannya kepadaNya.
Adapun selain mereka, maka mereka menisbatkan kepada dirinya sendiri akan amal, perbuatan, dan mereka mengambil bagian dari segala amal mereka. Oleh karena itu mereka berpegangan kepada amal mereka dan hatinya merasa tenang akan hal keadaan mereka. Kemudian apabila mereka tergelincir pada perbuatan dosa, maka akan berkuranglah harap/raja’ mereka akan rahmat ampunan dan pertolongan الله sebagaimana mereka ketika melakukan ta’at maka mereka menjadikannya sebagai andalan dan pegangan yang mereka anggap dapat menyelamatkan. Akhirnya mereka tidak sadar telah bergantung kepada asbab dan terhijab dari Tuhaninya. Oleh karena itu barang siapa yang mendapati tanda dari keadaan yang demikian ini, naka sudah seharusnyalah ia mengetahui posisi dan kedudukannya sehingga tidak mendakwakan diri sebagai bagian dari golongan khos / orang-orang pilihan yang ahli dekat dengan الله. Dan posisi mereka sesungguhnya masih pada golongan Ashabil Yamiin.
Telah berkata Sayikh Abu Abdurrahman As-Sulamy dan AL-Hafidz Abu Na’im Al-ishfahaany dari Yusuf bin AL-Husain Ar-Razy RA, “sebagian orang datang kepadaku dan berkata kepadaku,’Janganlah sekali-kali engkau melihat keinginanmu dalam semua amalmu kecuali engkau bertaubat karenanya’. Maka aku jawab, “Jika taubat dapat menyelamatkan diriku, maka tidak aku ijinkan ia membuatku merasa aman dari Tuhanku. Jika kejujuran dan keikhlasan keduanya menjadi hambaku, niscaya aku jual keduanya sebagai kezuhudanku dari keduanya. Karena sesunguhnya jika diriku di sisi الله ditentukan olehNya sebagai orqang yang beruntung dan diterima amalnya, maka tidaklah mengkhawatirkan diriku segala bentuk dosa dan kesalahan. Dan jika diriku disisiNya dikehendaki sebagai orang yang celaka, maka tidaklah akan menyelamatkanku semua amal, kesungguhan dan keikhlasanku. Dan sesungguhnya الله telah menjadikanku sebagai manusia yang tanpa amal apapun demikian pula penolong yang menyelamatkanku dariNya. Kemudian Ia menunjukkanku kepada agamaNya yang diridhoiNya dengan firmanNya Barang siapa yang mengambil agama selain agama Islam maka tidak akan diterima dan ia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi oleh karena itu peganganku kepada kemurahanNya dan belas kasihNya lebih utama bagiku daripada peganganku kepada amalku dan sifatku yang tidak sempurna. Karena sesungguhnya membandingkan kemurahan الله dan kasih sayangNya dengan amal dan perbuatan kita adalah disebabkan kekurang tahuan kuta akan kemurahan الله dan kebaikanNya.

Belajar Membaca Al Hikam ( 9 )

 Tiada Doa Yang Tertolak
JANGANLAH KARENA KELAMBATAN MASA PEMBERIAN TUHAN KEPADA KAMU, PADAHAL KAMU TELAH BERSUNGGUH-SUNGGUH DALAM BERDOA, MEMBUAT KAMU BERPUTUS ASA, SEBAB الله MENJAMIN UNTUK MENERIMA SEMUA DOA, MENURUT APA YANG DIPILIH-NYA UNTUK KAMU, TIDAK MENURUT KEHENDAK KAMU, DAN PADA WAKTU YANG DITENTUKAN-NYA, TIDAK PADA WAKTU YANG KAMU TENTUKAN.
 
Hukum yang berlaku bagi seorang hamba adalah jika ia tidak menentukan pilihan untuk dirinya dan tidak menentukan suatu keadaan dari beberapa keadaan yang ia anggap baik bagi dirinya di hadapan Tuhannya, karena pada hakekatnya ia sama sekali tidak mengetahui apa yang baik bagi dirinya di hadapan Tuhannya. Terkadang ia membenci sesuatu padahal itu baik baginya. Dan terkadang ia mencintai sesuatu padahal itu buruk baginya.
Telah berkata Sayyidy Syaikh Aby’l Hasan Asy-Syadzily RA , “Janganlah engkau memilih sesuatu dalam hal urusanmu, dan memilihlah untuk tidak memilih. Dan larilah dari pilihan itu dan dari larimu dari pilihan itu kepada الله Azza WaJalla. Dan Tuhanmu telah menciptakan segala sesuatu dan memilihnya.
Telah datang seseorang menghadap Syaikh Abu’l Abbas Al-Mursy RA dan pada saat itu beliau sedang mengalami kesakitan. Maka berkatalah orang tersebut, “Semoga الله menyembuhkanmu wahai tuanku.” Namun Syaikh Abu’l Abbas hanya diam saja dan tidak menjawab. Kemudian untuk beberapa saat orang itu diam. Kemudian orang itu berkata lagi, “Semoga الله memberikan kesentosaan kepada engkau wahai tuanku”. Maka berkatalah Syaikh Abu’l Abbas, ‘Adapun engkau memintakan kepadaku sesentosaan, sesungguhnya aku telah memintanya. Dan keadaan apa yang ada padaku sekarang ini adalah termasuk kesentosaan. Demikianlah RasuluLlah SAW telah meminta keselamatan kepada الله Ta’ala kemudian beliaupun mengalami cedera pada perang khaibar. Dan Sayyidina abu Bakar Ash-Shiddiq RA telah meminta keselamatan kepada الله Ta’ala dan sesudah itu beliau meninggal karena diracun. Dan Sayyidina ‘Umar RA telah meminta keselamatan kepada الله Ta’ala dan setelah itu beliau meninggal karena Tha’un. Dan Sayyidina Utsman RA telah meminta kepada الله Ta’ala keselamatan, namun setelah itu beliau meninggal dalam keadaan tersembelih. Dan Sayyidina ‘Aly RA telah memohon kepada الله Ta’ala keselamatan, dan setelah itu beliau meninggal karena dibunuh. Apabila engkau memohon kepada الله Ta’ala kesentosaan, maka memohonlah kepadanya sekiranya menurut-Nya itu adalah kesentosaan bagimu.
Maka wajib bagi seorang hamba untuk menyerahkan dirinya kepada Tuhannya dengan anggapan bahwa semua kebaikan adalah apa yang dipilihkan untuknya meskipun terkadang pilihan itu tidak sesuai dengan kehendak diri dan hawa nafsunya. Oleh karena itu apabila ia meminta sesuatu yang baik kepada الله Ta’ala maka ia yakin bahwa doanya pasti terijabah. Sebagaimana firman الله Ta’ala,”Telah berkata Tuhanmu, ‘Mintalah kepada-Ku niscaya Aku kabulkan untukmu’”. Dan telah berfirman pula الله Ta’ala, “Dan apabila hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka katakanlah sesungguhnya Aku itu dekat, Aku mengabulkan permintaan orang yang berdoa apabila ia berdoa
Hadits diriwayatkan dari sahabat Jabir RA berkata, “Aku mendengar RasuluLlah SAW bersabda, ‘Tiada seorang hamba yang berdoa kepada الله Ta’ala melainkan الله Ta’ala memberikan apa yang ia minta, atau dihindarkan dari kejahatan yang sebanding dengan permintaan itu selagi ia tidak meminta suatu perbuatan dosa atau memutuskan silaturahmi”.
Diriwayatkan dari Anas bin Malik dari RasuluLlah SAW beliau bersabda, “Tiada seorang pun yang berdoa melainkan di kabulkan, atau dihindarkan dari keburukan yang sepadan dengan doanya atau dihilangkan dosanya yang nilainya sepadan dengan apa yang ia minta selagi tidak meminta keburukan atau memutuskan silaturahmi”.
Dengan demikian, terkabulnya doa adalah suatu yang pasti bagi setiap pendo’a sebagaimana janji الله Ta’ala. Adapun bentuknya adalah terserah الله Ta’ala demikian pula waktu keterkabulannya. Dan terkadang tercegahnya pemberian dan tertundanya pemberian adalah merupakan bentuk ijabah dari الله Ta’ala bagi orang yang faham terhadap الله Ta’ala. Maka jadilah hamba itu tidak berputus asa dari kemurahan الله Ta’ala. Apabila ia melihat pencegahan dari الله atau tertundanya pemberian meskipun ia telah bersungguh-sungguh dalam berdoa maka terkadang pemberian itu ditunda untuk diberikan di akhirat kelak dan itu lebih baik baginya. Dan telah datang penjelasan dalam khabar bahwa seorang hamba dibangkitkan pada hari kiyamat kemudian الله Ta’ala berfirman kepadanya, Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu untuk menyampaikan semua hajatmu kepada-Ku ?” maka hamba itu menjawab “Ya, aku telah menyerahkan segala permohonanku kepada-Mu”. Maka berfirmanlah الله Ta’ala, “Tiada sesuatupun yang engkau minta melainkan Aku Ijabah untukmu. Akan tetapi Aku berikan sebagian ketika di dunia dan sebagian lagi tidak aku berikan di dunia namun Aku simpan untukmu di akhirat. Maka sekarang ambilah…..” sehingga hamba itu berkata, “Aduhai seandainya tidak diberikan kepadaku di dunia semua permintaanku”.
Dan sungguh telah datang penjelasan dari RasuluLlah SAW tentang arti cegahan الله dari keterkabulan dengan segera di dalam doa dalam sabda beliau SAW, “Akan di ijabah bagi kamu sekalian selagi tidak tergesa-gesa dan ia berkata aku telah berdo’a akan tetapi tidak di ijabah.”
Telah berdoa Musa dan Harun AS atas kekejaman fir’aun ketika mereka berdoa”. Wahai Tuhanku, hancurkanlah harta benda mereka, dan tutuplah hati mereka sehingga mereka tidak akan beriman kepada-Mu hingga mereka melihat adzab yang pedih”. Kemudian الله Ta’ala memberitahu kepada mereka berdua bahwa الله Ta’ala telah mengabulkan doanya dengan firman-Nya,”Sungguh telah Aku kabulkan doa kamu berdua maka beriastiqamahlah kalian berdua dan janganlah engkau ikuti jalan orang-orang yang tidak mengetahui”. Mereka (para ulama) berkata bahwa waktu antara firman الله Ta’ala Sungguh telah Aku kabulkan... dengan binasanya fir’aun adalah 40 tahun.
Telah berkaa Sayyid Aby’l Hasan Asy-Syadzily RA tentang firman الله Ta’ala “Dan beristiqamahlah kamu berduaartinya adalah jangan tergesa-gesa atas apa yang engkau pinta dan janganlah engkau ikuti jalan orang yang tidak mengetahui. Mereka itu adalah orang yang tergesa-gesa di dalam doa. Dan yang demikian ini dapat menghalangimu dari mendapatkan kemuliaan dan pahala dari الله Ta’ala dari sebab terus menerusnya berdoa seperti mahabbah kepada الله Ta’ala dan ridha kepada-Nya. Dan sungguh telah diriwayatkan dari RasuluLlah SAW bahwa beliau bersabda, “Sesungguhnya الله Ta’ala mencintai orang yang bersungguh-sungguh di dalam doanya. dan telah datang penjelasan di dalam hadits, bahwa JIbril AS berkata, “Wahai Tuhanku hamba-Mu Fulan telah berdoa maka kabulkanlah doanya. Maka berfirman الله Ta’ala, “Biarkanlah ia, sesungguhnya Aku sengang mendengarkan suara doanya”. Diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik RA dari RasuliLlah SAW. Dan sesuai dengan kondisi ini adalah penjelasan bahwa sebagian manusia ada yang disegerakan الله Ta’ala dalam mendapatkan apa yang ia pinta karena الله Ta’ala membenci suaranya ketika berdoa.
Telah berkata Abu Muhammad Abdul Aziz Al-Mahdawy RA, “Barang siapa yang di dalam doanya tidak meninggalkan pilihannya dan tidak ridho dengan pilihan tuhannya, maka pada hakekatnya itu adalah istidraj dan ia termasuk orang yang telah dikatakan, “Penuhilah hajatnya karena Aku tidak suka mendengarkan suaranya”. Akan tetapi apabila di dalam doanya disertai berserah diri dengan pilihan الله Ta’ala bukan pilihan hawa nafsunya maka sesungguhnya ia telah terijabah meskipun ia belum diberi.

Belajar Membaca Al Hikam ( 8 )

 Tiada Keraguan Terhadap Janji Allah

JANGAN SAMPAI MEMBUATMU RAGU TERHADAP JANJI ALLAH Yang dijanjikan kepadamu oleh Tuhanmu melalui mimpi dalam tidurmu, atau melalui kalam Malaikat atau melalui ilham APABILA TIDAK TERWUJUD APA YANG TELAH DIJANJIKAN, MESKIPUN TELAH JELAS DITETAPKAN WAKTUNYA (OLEH ALLAH), SUPAYA KERAGUAN ITU TIDAK MERUSAKKAN MATA HATI KAMU DAN TIDAK MEMADAMKAN CAHAYA SIR (RAHSIA ATAU BATIN) KAMU.
Apabila seseorang telah dijanjikan sesuatu oleh Tuhannya dan telah dijelaskan pula waktu datangnya janji tersebut, kemudian janji itu tidak terjadi sesuai dengan yang ia ketahui, maka jangan sampai hal yang demikian ini menyebabkan keraguan terhadap janji Tuhan. Bisa jadi terwujudnya janji tersebut masih bergantung dengan beberapa sebab dan beberapa syarat menurut hikmah, ilmu, dan kehendak serta pilihan Allah. Dan hal seperti ini yang dialami sebagian aulia yang mendapatkan berita bahwa akan terjadi sesuatu pada tahun ini. Kemudian hal tersebut tidak terjadi. Maka keadaan ini tetap tidak menyebabkan keraguan dan tetap yakin akan terjadinya apa yang dijanjikan, akan tetapi disikapi dengan meneliti keadaan dirinya dan semakin meningkatkan adab di hadapan Tuhannya, dan hatinya tetap mantap dengan janji itu dan tidak meraguinya. Demikian pula tidak goyah i’tikadnya . oleh karena itu barang siapa yang mampu bersikap demikian, sesungguhnya ia telah ‘aarifun biLlah (mengerti Tuhannya), selamat bashirahnya, bersinar sirrnya. Apabila tidak, maka keadannya adalah sebaliknya. Al-Haqq SWT tidaklah mengingkari janji. Maka seharusnya bagi seorang hamba mengetahui posisi dan keadaan dirinya serta ber adab di hadapan Tuhannya dan hatinya tetap mantap dan tenang dengan janji Allah serta tidak ragu-ragu sedikitpun.

Belajar Membaca Al Hikam ( 7 )

 Jangan Bersedih Karena Sedikitnya Amal
APABILA الله TELAH MEMBUKAKAN KEPADAMU JALAN MA’RIFAH MAKA JANGANLAH ENGKAU PEDULIKAN MESKIPUN AMALMU TERASA MASIH SEDIKIT KARENA SESUNGGUHNYA TIDAKLAH الله MEMBUKAKAN JALAN MA’RIFAH KEPADAMU MELAINKAN DIA PULALAH YANG MENGHENDAKI ENGKAU UNTUK MENGENALNYA. TIDAKKAH ENGKAU KETAHUI SESUNGGUHNYA PENGENALANMU TERHADAP-NYA ITULAH YANG الله KEHENDAKI. ADAPUN AMAL IBADAH ADALAH APA YANG ENGKAU PERSEMBAHKAN UNTUK-NYA. DAN TIADALAH BANDINGAN ANTARA APA YANG ENGKAU PERSEMBAHKAN UNTUK-NYA DENGAN APA YANG الله BERIKAN KEPADAMU.
Bagi seorang salik tidak boleh tidak, di dalam perjalanannya mendekat / taqarub ke hadirat Ilahi haruslah melakukan serangkaian amal ibadah yang banyak agar dapat memutuskan ikatan dengan jeratan hawa nafsu sehingga dapat sampai / wushul ke hadirat Ilahi. Apabila ibadah dilakukan dengan keras dan pada waktu yang lama terkadang timbul rasa malas dan jenuh untuk melakukan berbagai ibadah dan wirid yang telah disusun untuk diamalkannya. Maka dengan kondisi yang seperti ini dapat menyebabkan perasaan sedih dan susah yang bersangatan. Dan terkadang pula terlintas dalam dirinya untuk meninggalkan amalan tersebut secara keseluruhan akan tetapi terkadang dalam kondisi seperti ini malah dia berhasil mendapatkan beberapa macam ma’rifah dari الله Ta’ala. Oleh karena itu syaikh Ibnu Atha’iLlah memberikan petunjuk, bahwa apabila telah dibukakan berbagai macam ma’rifah bagi seseorang (seperti dibukakan baginya jalan dzauq sehingga الله Ta’ala terasa selalu hadir bersamanya atau dibukakan hatinya sehingga ia bisa melihat hakikat dirinya atau ia merasa bahwa sesungguhnya tidak ada yang melakukan segala perbuatan kecuali الله dengan berhasil baginya tajallyul af’al yaitu terlihat baginya bahwa segala perbuatan atau yang mewujudkan semua kejadian adalah الله). oleh karena itu sedikitnya amal tersebut janganlah sampai merisaukan hati, karena tujuan amal ibadah apapun adalah untuk dapat dekat qurb dengan الله. dan terbukanya hal yang tersebut di atas merupakan petunjuk adanya kedekatan dengan HadratiLlah. Maka jadilah ia termasuk seorang yang ahli mencintai الله. dan terkadang sedikitnya amal dikarenakan sakit dapat menyebabkan hati menjadi gelisah. Akan tetapi apabila terbuka baginya beberapa ma’rifah maka akan tahulah ia bahwa yang menurunkan penyakit kepadanya adalah الله, dan terkadang terbuka hatinya dalam memahami bahwa keadaan sakit yang ia alami tersebut lebih baik baginya daripada keadaan ketika sehat. Dan sesungguhnya الله berbuat sesuai kehendak-Nya, maka tiadalah dipedulikan sedikit amal pada keadaan yang demikian.
Ma’rifatuLlah Ta’ala adalah puncak pencarian para árifiin, dan akhir segala cita-cita. Apabila الله menunjukkan jalan kepada seorang hamba tentang sebab-sebabnya dan membukakan baginya pintu ma’rifah sehingga hamba tersebut mendapatkan ketenangan dan ketentraman di dalamnya, maka yang demikian ini adalah sebagian dari ni’mat yang sangat besar baginya. Oleh karena itu hendaklah jangan terlalu larut dalam kesedihan yang disebabkan tertinggalnya beberapa amal kebajikan (bukan berarti meninggalkan amal itu lebih baik dari pada mengerjakannya) dan hendaknya ia mengerti bahwa ia sesungguhnya telah mulai berjalan pada jalan orang-orang khawas, jalan orang yang dekat dengan الله yang diseru oleh الله pada hakikat tauhid dan yaqin tanpa campur tangan upaya dari hamba الله.
Adapun amal seorang hamba dimana memang seharusnya dilakukan, maka sesungguhnya amal itu sendiri tidak dapat lepas dari beberapa bahaya dengan adanya tuntutan ikhlash di dalamnya. Dan terkadang tidak dapat menghasilkan pahala-apapun di hadapan Dzat Yang Maha Menghitung.
Demikian pula perumpamaan keadaan ini adalah sebagaimana orang tertimpa bala dan ujian yang berat dari الله sehingga menghilangkan rasa kelezatan duniawi dimana hal ini dapat menghalanginya dari berbuat banyak amal kebajikan. Karena sesungguhnya yang ia kehendaki sebenarnya adalah abadi di dunia dengan kehidupan yang baik dan serba ni’mat. Sedangkan keadaannya yang serba kesulitan sehingga dalam menggapai pahala akhirat tidaklah mampu menandingi orang yang serba kecukupan karena mereka serba mudah dalam melakukan amal kebajikan. Oleh karena itu janganlah merasa rendah diri karena amal yang sedikit dalam kondisi yang serba minim.
Telah diriwayatkan sesungguhnya الله Ta’ala telah memberikan wahyu kepada sebagian Nabi-Nya, “Sesungguhnya Aku telah menurunkan bala’ (cobaan) kepada hamba-Ku namun mereka berdoa agar terlepas darinya. Maka tidak Aku kabulkan do’a mereka sehingga mereka mengadukan-Ku, maka Aku katakan kepada mereka,’Hamba-Ku…, bagaimana Aku bisa mengasihimu, tidak dengan sesuatu yang dengannya Aku mengasihimu’.
Demikian pula pada hadits Abi Hurairah RA bahwa RasuluLlah SAW bersabda, bahwa الله Ta’ala berfirman, “Apabila Aku memberi cobaan kepada hambaku yang mukmin kemudian ia tidak mengadukan-Ku kepada orang lain maka akan Aku ganti dagingnya dengan daging yang lebih baik daripada dagingnya, dan akan Aku ganti darahnya dengan yang lebih baik dari pada darahnya yang sekarang.”
Telah berkata Abu Muhammad bin ‘Aly At-Tirmidzy RA, “sesungguhnya dahulu aku pernah mengalami sakit yang cukup parah beberapa hari. Dak ketika الله telah menyembuhkanku, maka aku membuat perbandingan dengan ibadah jin dan manusia dengan ibadah yang aku lewati ketika aku menderita sakit, maka aku berkata dalam diriku, ‘jika aku disuruh memilih diantara pahala ketika aku menderita sakit dengan ibadah jin dan manusia, maka condonglah pilihanku dan pastilah keyakinanku dan mantaplah keyakinanku bahwa pilihan الله (dengan memberi sakit) lebih baik dan lebih mulia dan lebih besar manfaatnya pada kesudahannya, yaitu pemberian sakit.
Maka inilah yang dimaksud الله memberikan pemahaman kepada hamba-Nya. Oleh karena itu apabila الله memberikan ujian kepada hamba-Nya hendaklah hamba tersebut menyadari bahwa semua itu adalah pilihan الله untuk kebaikan bagi hamba-Nya baik di dunia maupun di akhirat.
Sebuah hikayat yang diceritakan oleh Abu Al-Abbas bin Al-‘Ariif rahumahumuLlah di dalam kitabnya minhaajus suluuki thariiqil iraadah, dikisahkan bahwa sesungguhnya الله pernah mema’murkan Islam di daerah Maghribi (daerah barat) melalui seseorang yang terkenal dengan nama Abil Khiyaar RahimahuLlah. Semoga الله memebri manfaat yang banyak kepada kita karena berkah beliau. Beliau berasal dari Suqlaih dan negerinya adalah Baghdad. Beliau hidup sampai melewati usia 90 tahun, selama itu beliau dalam keadaan berstatus sebagai budak yang tidak dibebaskan oleh tuannya. Jasad/tubuhnya dipenuhi oleh penyakit judzam akan tetapi dari kejauhan tercium bau minyak wangi misik dari tubuh beliau. Shaibul hikayat menceritakan “aku pernah melihat beliau melakukan shalat di atas air. Kemudian setelah itu saya bertemu dengan Muhammad Al-Asfanajiy dan aku dapati beliau dipenuhi penyakit baras (belang) pada seluruh tubuhnya. Maka aku berkata kepada beliau, ‘Wahai tuanku, sepertinya الله tidak memperoleh tempat untuk menurunkan bala’-Nya kepada musuh-musuh-Nya sehingga menurunkannya kepada kalian semua sedangkan kalian semua adalah para kekasih-Nya’”. Maka beliau berkata kepadaku, “diamlah dan jangan berkata seperti itu. Sesungguhnya apabila الله memuliakan kita dengan perbendaharaan pemberian-Nya maka kami tidak mendapati sesuatu yang lebih mulia dan lebih mendekatkan diri di sisi الله selain bala’ , maka kami meminta kepada-Nya. Maka bagaimanakah pendapatmu jika engkau melihat السيد الزهاد (pemimpin para zahid) dan quthbul Ibad dan Imamul Aulia – Imamnya para wali dan para autad yang tinggal di dalam sebuah gua di pegunungan Thurtus, dagingnya seakan bercerai berai, dan kulitnya mengalirkan nanah sehingga dikerumuni lalat dan semut. Apabila datang waktu malam hatinya tidak puas-puasnya ia berdzikir kepada الله dan mensyukuri atas rahmat yang telah diberikan kepadanya dan ia menganggap semua itu adalah keselamatan yang diberikan الله untuknya hingga ia mengikat dirinya pada sebatang besi menghadap qiblat pada seluruh malam yang dilaluinya sampai terbit fajar……

Belajar Membaca Al Hikam ( 6 )

Amal Lahiriyah adalah Seperti Kerangka, Sedangkan Ruuhnya adalah adanya IKHLAS di dalamnya 


Amal lahiriyah adalah seperti kerangka, sedangkan ruuhnya adalah adanya ikhlas di dalamnya.Amal lahiriah diumpamakan seperti kerangka yang tidak memiliki ruh, maka tidaklah ada manfaatnya. Adapun ruh dari amal sehingga amal tersebut menjadi hidup adalah adanya sirri /tersembunyinya ikhlas di dalam amal.Maka ikhlas itu berbeda-beda menurut berbeda-bedanya maqam dan tingkatan yang dimiliki seseorang. Apabila termasuk golongan abrar, maka keikhlasannya adalah selamatnya amal mereka dari riya’ yang tersembunyi maupun yang terang-terangan dimana semua itu adalah bagian dari tuntutan hawa nafsu. Maka hamba yang ikhlas adalah tidak beramal melainkan hanya karena Allah Ta’ala, mencari apa yang dijanjikan oleh Allah Ta’ala bagi orang – orang yang ikhlas yaitu pahala yang baik dan tempat yang baik di akhirat nanti, dan lari dari apa yang diancamkan oleh Allah Ta’ala bagi orang-orang yang tidak ikhlas dalam beramal yaitu azab yang pedih dan buruknya perhitungan/hisab. Yang demikian ini sesuai dengan firman Allah Ta’ala “Iyya-Ka na’budu” -“Kepada-Mu lah kami menyembah”. Maksudnya tidaklah sekali-kali kami menyembah selain hanya kepada-Mu, dan sekali-kali tidaklah kami menyekutukan-Mu dengan selain-Mu dalam ibadah kami. Kemudian ikhlasnya muhibbiin, muqarrabiin dan ‘arifiin, yaitu beramal karena Allah Ta’ala, karena mengagungkan dan memuliakan-Nya karena sesungguhnya Allah Ta’ala yang berhak dari yang demikian ini. Bukan karena mengharapkan pahala ataupun karena takut siksa-Nya. Oleh karena itu telah berkata Rabi’ah al’Adawiyah, “Tidaklah aku menyembah-Mu karena takut kepada neraka-Mu dan tidak pula karena menginginkan surga-Mu.”Ikhlas yang demikian ini telah melampaui daripada memandang kepada diri sendiri dalam hal kekuatan dan kemampuan beramal. Pandangannya hanya tertuju pada Al-Haq baik dalam gerak maupun diam mereka tanpa melihat pada adanya kemampuan dan kekuatan dari diri mereka sendiri. Maka tidaklah mereka beramal melainkan biLlah (dengan pertolongan Allah Ta’ala) tidak dengan kemampuan dan kekuatan mereka. Dan yang ini lebih tinggi tingkatannya dari yang sebelumnya.Orang yang memiliki jalan ini sesungguhnya telah berjalan pada jalan tauhid dan yakin, dan selaras dengan firman Allah Ta’ala, “Iyya-Ka nasta’iin”. “Hanya kepada-Mu lah kami meminta pertolongan”. Artinya tiada pertolongan kepada amal melainkan hanya dengan pertolongan Allah Ta’ala, tidakdengan kekuatan dan kemampuan diri sendiri.Oleh karena itu amal yang pertama disebut dengan amal liLlah dan yang kedua amal biLlah. Amal liLlah menyebabkan pahala, sedangkan amal biLlah menyebabkan kedekatan dengan Allah Ta’ala. Amal liLlah menyebabkan benarnya ibadah, sedang amal biLlah menyebabkan bersihnya iradah . Amal liLlah merupakan sikap ahli ibadah, sedang amal biLlah adalah sikap para pendamba. Amal liLlah menegakkan dzahiriyah sedangkan amal biLlah menegakkan bathin. Inilah ibarat yang disampaikan imam Abil Qasim Al-Qusyairi RA.Maka keikhlasan seorang hamba adalah ruh dari amalnya. Dengan adanya ruuh itu akan menjadi hiduplah amal. Dan dengan ikhlas menjadi tanda diterimanya amal serta sebaliknya dengan hilangnya ikhlas maka itu tanda kematian dan gugurnya amal sehingga jadilah amal itu seperti bangkai tak bernyawa. Telah berkata sebagian ulama, “Betulkan amalmu dengan ikhlas, dan berulkan ikhlasmu dengan melepaskan diri dari perasaan mampu dan kuat dalam beramal.

Belajar Membaca Al Hikam ( 5 )

Barang Siapa Yang Mau Memukul Kepalaku ini Maka Akan Aku Beri Kembang Gula


ادفن وجودك فى الارض الخمل فما نبت مما لم يدفن لا يتم نتائجه
TANAMLAH DIRIMU DI DALAM BUMI YANG TERSEMBUNYI KARENA SESUATU YANG TIDAK TERTANAM DENGAN BAIK, MAKA TIDAK SEMPURNA HASILNYA.
Tidak ada sesuatu yang lebih berbahaya bagi murid (yang berjalan mendekat ke hadirat Ilahi) kecuali keinginan untuk menjadi orang yang terkenal/masyhur dan tersiarnya berita tentang keistimewaan yang dimiliknya karena yang demikian ini adalah suatu hal yang paling besar yang disukai oleh hawa nafsu dimana perkara ini adalah sesuatu yang diperintahkan untuk ditinggalkan dan diperangi. Dan terkadang seorang murid yang terkontaminasi dengan keinginan-keinginan ini, yaitu keinginan untuk mendapatkan kedudukan di mata masyarakat, terkenal, dimana semua itu adalah bertentangan dengan sifat penghambaan kepada Dzat Yang Maha Agung yaitu Allah SWT. Padahal menanamkan diri dengan penghambaan yang tulus itu adalah hal yang paling penting bagi seorang murid yang berjalan mendaki maqam-maqam kedekatan dengan Allah SWT.
Ibrahim bin Adham berkata, “Tidak akan benar ibadah dan keyakinan seseorang kepada Allah SWT selama ia suka dengan kemasyhuran”.

Telah berkata Syaikh Ayyub As-Sukhtiyaany RA, demi Allah, belum benar seorang dalam penghambaannya kepada Allah SWT kecuali jika ia lebih suka bila kedudukannya tidak diketahui. Seorang laki-laki bertanya kepada Basyar bin Harits RA, “Berilah wasiyat kepadaku”. Maka Basyar menjawab, sembunyikan dzikirmu dan baguskan makananmu”.
Sebagian mereka berkata, “Tidaklah aku melihat seseorang yang suka jika ia menjadi terkenal dikalangan manusia melainkan akan hilanglah agamanya”. Dan dikatakan pula, “Tidak akan merasakan lezatnya akhirat orang yang menginginkan dirinya terkenal di antara manusia”.
Telah berkata Fudhail RA, “Telah datang kisah kepadaku bahwasanya Allah SWT telah berfirman kepada sebagian hambanya yang telah diberi ni’mat, “Bukankah Aku telah memberi ni’mat kepadamu, bukankah telah Aku tutupi aibmu, dan bukankah telah Aku sembunyikan dzikirmu”.
Dan sesungguhnya apa yang terdapat dalam kecintaan kepada terkenalnya diri dan keinginan mendapatkan kedudukan yang diistimewa diantara manusia adalah sesuatu yang dapat mengeruhkan ikhlas dalam ‘ubudiyah kepada-Nya. Karena terkadang dalam beribadah pandangannya jatuh kepada orang-orang yang melihatnya atau dalam beribadah terkadang pandangannya jatuh kepada keinginan nafsu yang mengajaknya kepada kesenangan dipuji dan dipandang mulia dihadapan manusia. Dan sudah pasti yag demikian ini akan mengeruhkan ikhlash dalam beribadah.
Oleh karena itu bagi seorang murid akan sulit terlepas dari semua hal yang tersebut di ataas kecuali apabila ia menempatkan dirinya pada tempat yang sunyi (amal ibadahnya tidak sampai diketahui orang lain) dan ia menganggap dirinya pada posisi yang rendah baik dihadapan dirinya maupun dihadapan manusia. Karena jika tidak demikian keadaannya maka hawa nafsunya akan meminta bagian untuk kesenangan. Selanjutnya ia merasa dirinya memiliki kelebihan yang akhirnya hawa nafsu akan mengaku-aku atau mendakwakan diri tentang keutamaannya dari orang lain, sehingga lupa pada tujuan awal dalam beribadah yaitu semata-mata menghambakan diri kepada Allah SWT.
Dan kalau seperti ini keadaannya, maka yang terjadi adalah bercampurnya amal ibadah dengan riya’ . Dan menurut kadar seberapa baik kita dapat menempatkan diri dalam tempat yang tersembunyi di dalam amal ibadah kita, maka sebesar itu pula nilai keikhlasan ibadah kita kepada Allah SWT, bahkan selamat pula dari penglihatannya kepada keikhlasan dalam ibadahnya. Dan dengan penjelasan ini akan menjadi tampak bagi kita kerugian seluruh manusia kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Allah SWT, dan menjadi terang bahwa ikhlas adalah hal yang sangat penting dalam beribadah kepada-Nya. 
Ditanyakan kepada Sahal bin AbdiLlah, “Hal apa yang paling berat bagi hawa nafsu /” Maka beliu menjawab “Ikhlash, karena tidak ada bagian untuknya (hawa nafsu)”. Yusuf bin Al-Husain berkata, “Seberat-berat perkara di dunia ini adalah ikhlas. Dan berapa banyak orang yang bersungguh-sungguh agar terlepas dari riya’, akan tetapi seakan-akan riya’ itu masih saja tetap ada di dalam hati dalam bentuknya yang lain”.
Telah berkata Syaikh Abu Thalib Al-Makky RA, “Ikhlas bagi orang-orang mukhlishiin adalah mengeluarkan makhluk dari dalam hati ketika bermu’amalah kepada Al-Khaaliq. Dan ikhlash bagi para pecinta (muhibbiin ) adalah tidak melakukan amal karena tuntutan nafsu. Dan ikhlash bagi muhidiin (orang yang bertauhid) adalah mengeluarkan makhluk daripada melihat kepada perbuatan mereka, baik dalam gerak maupun diamnya.
Apabila seorang hamba dapat menempatkan dirinya pada tempat yang tersembunyi, selalu mengabadikan sifat tawadhu dan merasa hina diantara manusia, dan yang demikian ini dipelihara terus menerus sehingga menjadi akhlaknya, niscaya akan bersihlah hatinya dan bersinar dengan cahaya ikhlas dan akan memperoleh derajat yang tinggi di sisi Tuhannya dan layak mendapatkan bagian daripada orang-orang yang dicintai Allah SWT.
Dan sebagian ahli tashawuf melakukan beberapa metode untuk mengobati penyakit gila pangkat dan kedudukan yang melekat di dalam hati bahkan terkadang metode yang dilakukan tampak bertentangan dengan syari’at zahir, akan tetapi mereka memperbolehkan untuk dilakukan bahkan memerintahkannya. Diantaranya adalah seperti kisah seorang-laki-laki yang mengenakan pakaian mewah. Pakaian itu kemudian ditutupinya dengan pakaian luar yang jelek dan murah. Kemudian ia memasuki sebuah tempat pemandian umum dan berusaha memperlihatkan pakaian dalamnya yang mewah. Yang demikian ini ia lakukan dengan maksud agar orang-orang melihat pakaian mewah yang ada di bagian dalam sehingga mereka mengira bahwa dia adalah seorang pencuri pakaian. Dan ketika ada orang yang melihat, maka mereka semua menangkapnya memukuli dan menuduhnya kalau ia adalah seorang pencuri. Dan mulai saat itu terkenalah ia sebagai seorang pencuri pakaian kamar mandi. Akan tetapi saat itu pula ia dapat menemukan ikhlash dalam hatinya.
Dan yang seperti terdapat dalam kisah yang diriwayatkan tentang Abu Yazid al-Busthami RA yang memerintahkan seseorang yang diketahui ada kesombongan di dalam hatinya, maka beliau memerintahkan untuk mencukur rambut dan jenggotnya kemudian menggantungkan sesuatu di lehernya yang dipenuhi dengan kembang gula, kemudian memerintahkannya untuk berjalan berkeliling negeri dan berkata kepada setiap anak kecil yang ditemuinya, “barang siapa yang mau memukul kepalaku ini maka akan aku beri kembang gula”. Dau kisah di atas adalah kisah yang masyhur yang diceritakan oleh al-Imam Al-Ghazali RA dan yang lainnya.
Apabila seorang hamba terus menerus berakhlak dengan akhlak dan riyadhah seperti ini niscaya akan matilah hawa nafsunya, hatinya akan menajdi hidup dekat kepada hadirat Ilahi dan memetik buah hasil tanamannya dengan sempurna. Adapun buahnya adalah iman dan hikmah yang tumbuhkan oleh Allah SWT ke dalam hati orang-orang yang tawadhu’ . barang siapa yang diberi hikmah sesungguhnya ia telah diberi kebaikan yang sangat banyak.
Nabi Isa AS bertanya kepada para sahabatnya, “Dimanakah tanaman bisa tumbuh ?”. para sahabat menjawab, “Di atas tanah”. Nabi Isa AS berkata, “Demikian pula hikman tidak akan tumbuh kecuali di dalam hati yang seperti tanah”.
Dan Abu Hurairah meirwayatkan dalam sebuah hadits dari RasuluLlah SAW yaitu kisah tentang seorang yang bernama Uwais Al-Qarny, “Pada suatu ketika saya berada di sisi RasuluLlah SAW dalam sebuah halaqah bersama para sahabat. Tiba-tiba RasuluLlah SAW bersabda, ‘besok pagi ada seorang ahli surga akan melakukan shalat bersama kamu sekalian’. Abu HUrairah RA melanjutkan ceritanya, “Maka aku menginginkan kiranya akulah lelaki yang dimaksud. Oleh karena itu aku datang pagi-pagi dan shalat di belakang RasuluLlah SAW. aku tetap tinggal di dalam masjid sampai semua orang pergi dan hanya tinggalah aku bersama RasuluLlah SAW. tak lama kemudian datanglah seorang laki-laki hitam dengan mengenakan sarung dari kain yang lusuh tak lama kemudian ia mendekat dan meletakkan tangannya di atas tangan RasuluLlah SAW dan berkata, ‘Yaa NabiyaLlah, do’akan saya dengan syahadah. Maka Babi SAW pun mendoakanya. Aku mencium bau harum minyak misik darinya, kemudian bertanyalah aku kepada RasuluLlah SAW, ‘Yaa RasuluLlah SAW apakah dia yang dimaksud ?’. maka RasuluLlah SAW menjawab ‘benar. Sesungguhnya ia adalah seorang budak dari bani Fulan.., jika Allah SWT menghendaki niscaya dijadikan-Nya ia sebagai seorang raja di surga. Wahai Abu Hurairah, sesungguhnya Allah SWT mencintai orang yang bersih hatinya, yang tersembunyi, kepalanya berdebu, perutnya terisi dengan hasil pekerjaan halal, jika ia meminta izin kepada umara’ niscaya tidak akan diizinkan, jika melamar tidak ada yang mau menikah dengannya, jika ia pergi tidak ada yang merasa kehilangan, jika ia hadir tidak ada yang mengundangnya, jika ia kelihatan maka tidak ada yang senang dengan adanya dia, jika ia sakit tidak ada yang menjenguknya, jika ia mati tidak ada yang mengetahuinya...... ’.
Banyak kisah dan atsar yang menerangkan tentang terpujinya tersembunyi dan buruknya kemasyhuran.

Belajar Membaca Al Hikam ( 4 )

 
 
 Engkau berharap Mendapat Manisnya Tho'at, Sedangkan Hatimu Bersama Selain Allah
 
 
TIDAK ADA SESUATU YANG LEBIH BERMANFAAT PADA HATI SEORANG MURID SEPERTI UZLAH, KARENA DENGAN UZLAH (IA) AKAN DAPAT MEMASUKI ALAM BERFIKIR YANG LUAS
Terus menerus mengobati penyakit hati adalah wajib bagi seorang murid yang hendak menempuh perjalanan ke akhirat/mendekatkan diri kepada Allah SWT. Adapun kebanyakan penyakit adalah dominannya pengaruh tabi’at hawa nafsu yang umum berlaku sehari-hari pada manusia seperti apa yang selalu berlawanan dengan hukum agama dan kebenaran, dan berpegang teguh pada adat kebiasaan, dan selalu patuh tunduk kepada hawa nafsu, ramah - bermurah hati dengan hukum panca indera.
Dan obat dari penyakit ini banyak sekali macamnya, diantara yang paling manjur dan kuat pengaruhnya adalah uzlah (mengasingkan diri ‘untuk sementara’) dari manusia dengan maksud untuk bertafakur.
Maka dengan uzlah anggota zahir akan terbatasi dari bercampur dengan orang lain yang tidak baik budi pekerti dan tidak baik untuk dipergauli, demikian pula dengan uzlah maka murid akan terhindar dari bergaul dengan orang yang membahayakan dirinya akibat pergaulan tersebut. Oleh karena itu orang yang melakukan uzlah akan selamat dan terlepas dari maksiyat yang merusak dirinya dari sebab pergaulan, seperti ghaibah, bermanis muka, riya’, berpura-pura. Dan pula dirinya akan selamat dari tertular dengan sifat yang buruk dan akhlak yang rendah. Kemudian akan dapat diambil faedah (melalui uzlah) akan keselamatan agamanya dan dirinya dari tunduk kepada sifat permusuhan dan bermacam-macam keburukan sifat, karena hawa nafsu menurut tabi’atnya adalah selalu condong kepada berlebih-lebihan pada hal tersebut di atas.
Maka wajib bagi orang yang uzlah untuk menahan lisannya dari mempertanyakan tentang berita/kabar dari manusia dan apa yang sedang disibukkan oleh mereka dan yang mengasyikkan mereka, dan yang sedang membebani mereka.
Demikian pula orang yang sedang melakukan uzlah haruslah menjaga telinganya dari mendengar rumor yang ada, demikian pula hendaklah menjaga dirinya dari menceritakan keadaan dirinya kepada orang lain. Demikian pula hendaklah ia menjauhi orang yang tidak wara’ (menjaga kehormatan) dalam ucapannya, juga hendakla ia tidak membiasakan diri mengumbar lisannya untuk menggunjing orang lain, dan menentang fitnah yang terjadi di kalangan manusia, bahkan menyebaraknnya, maka yang demikian ini akan mengeruhkan hati dan membawanya kepada perilaku yang menyebabkan kemarahan Tuhan.
Maka hendaknya orang yang beruzlah menjauhi dan meninggalkan dan lari dari binatang buas dan jangan sampai berkumpul dengan dia. Dan hendaklah ia mengingkari kepada setiap orang yang berperilaku seperti di atas. Diterangkan di dalam sebuah hadits :
مثل الجليس سوء كمثل الكير ان لم يحرقك بشرره علق بك من ريحه
Perumpamaan berkumpul dengan orang yang buruk akhlak adalah seperti berkumpul dengan tukang tempa besi (pande besi). Jika tidak terkena percikan apinya maka akan tersengat bahunya (yang tidak sedap).
Dikisahkan pada khabar yang telah lalu bahwa Allah SWT memberikan wahyu kepada Musa AS “Wahahi Musa, waspadalah sesungguhnya setiap saudara atau kawan yang tidak membawamu dekat kepada-Ku maka sesungguhnya ia adalah musuh bagimu”.
Allah SWT berfirman kepada nabi Dawud AS, “Wahai Dawud, Aku tidak melihat dirimu memiliki sahabat karib.” Maka Nabi Dawud AS menjawab, “Wahai Tuhanku, aku mengasingkan diri dari makhluk karena Engkau.” Maka Allah SWT berfirman, “Wahai Dawud waspadalah, dan ambilah sahabat karib untuk dirimu. Dan setiap sahabat karib yang tidak membawamu kepada keridhaan-Ku maka sesungguhnya ia adalah musuh bagimu dan akan mengeraskan hatimu dan akan menjauhkanmu dari-Ku.
Dan sekali lagi bagi orang yang uzlah maka keadaanitu akan dapat menguatkan himmahnya dan cita-citanya kepada Allah SWT akan bertambah kuat, tidak seperti المخلطة (bercampur baur dengan orang banyak), maka itu akan mencerai beraikan himmahnya, dan melemahkan cita-cita.
Diriwayatkan dari Nabi Isa AS, beliau bersabda :
لا تجالسوا الموتى فتموت قلوبكم – قيل ومن الموتى – قال المحبون للدني و الراغبون فيها
“Janganlah kamu berkumpul dengan mayat maka hatimu akan mati.”
Ditanyakan, “Dan siapakah mayat itu “
Beliau menjawab, “Mereka yang mencintai dunia dan rela kepadanya”.
Dan diriwayatkan dari RasuluLlah SAW, “Sesungguhnya yang paling aku takuti dari hal yang menakutkanku dari umatku adalah lemahnya keyakinan. Dan lemahnya keyakinan disebabkan mereka melihat kepada orang-orang yang lalai dan berkumpul dengan orang-orang bathil yang keras hatinya.
Abu Thalib Al-Maky RA berkata, “Cobaan yang paling membahayakan seorang hamba dan menyebabkan amalnya menjadi rusak adalah lemah keyakinan (ضعف اليقين) atas apa yang dijanjikan Allah SWT dari hal yang ghaib darinya. “ Dan kuatnya keyakinan adalah sumber (akar) dari semua amal salih.
Seseorang bertanya kepada salah satu wali abdal, “Bagaimanakah jalan menuju hakikat dan jalan untuk wushul / sampai kepada Allah SWT ?“. maka dia menjawab :
لا تنظر الى المخلوقلت فان نظر اليهم ظلمة
Jangan memandang kepada makhluk karena memandangnya menyebabkan hati menjadi gelap.
Kemudian aku bertanya lagi, “Tidaklah mungkin bagiku untuk hal yang demikian”. Maka dia menjawab :
قلا تسمع كلامهم فان كلامهم قسوة القلب
“Jangan mendengar perkataan mereka karena perkataan mereka dapat mengeraskan hati”.
Aku berkata lagi, “Tidak mungkin aku tidak mendengar mereka “. Maka dia menjawab :
قلا تعاملهم فان معاملتهم خسران
“Jangan bermuamalah dengan mereka karena bermuamalah dengan mereka adalah kerugian”
Aku berkata lagi, “sesungguhnya aku hidup diantara mereka maka tidak mungkin aku tidak bermuamalah dengan mereka”. Dia manjawab
لا تسكن اليهم فان السكون اليهم هلكة
“jangan engkau tinggal (berjinak hati) dengan mereka karena itu dapat merusak”.
Kemudian aku berkata, “Inikah alasan ?”
Diapun berkata, “Wahai orang ini, engkau melihat isi alam dunia, dan mendengarkan ucapa orang-orang bodoh, dan bergaul dengan orang-orang bathil, dan tiggal dengan orang-orang yang binasa, kemudian engkau mengharapkan dapat merasakan manisnya tha’at sedangkan hatimu bersama selain Allah. Tidaklah mungkin semua itu dapat terjadi - selamanya”.
Dan juga dengan uzlah maka bashirah / mata hatinya akan terlindungi dari melihat perhiasan duniawi, dan kegelisahannya (terhadap dunia) akan menjadi hilang dari dirinya dalam menganggap indah terhadap sesuatu yang dihinakan oleh Allah SWT.
Dan tidak sepantasnya seseorang meremehkan amalan ini (uzlah) karena yang demikian akan semakin mendatangkan penyakit yang bertambah berat di hati. Dan orang yang melakukan uzlah akan selamatlah dia atas izin Allah SWT. Imam Abul Qasim Al-Qusyairi berkata, “ Para pembimbing hati yang rajin bermujahadah apabila hendak melindungi hatinya dari kegelisahan dan kekeruhan yang mengotori hati maka ia tidak melihat hal-hal yang indah dari dunia”. Beliau juga berkata, “dan semua ini (melihat keindahan duniawi) adalah pangkal dari dosa besar.”Muhamad bin Sirin RA berkata, “Takutlah kamu dari berlebih-lebihan memandang dunia karena yang demikian akan menyebabkan berlebihannya syahwat”.
Diantara faidah yang lain yang dapat diambil dari uzlah adalah dapat memutuskan sifat tamak di hati dan memutuskan ketergantungan pada orang lain, dan yang demikian ini termasuk faidah yang sangat besar bagi orang-orang berakal.
Dan tidak akan sempurna manfaat uzlah bagi seseorang kecuali ia menyibukkan diri dengan bertafakur, dan bertafakur inilah maksud utama dari pelaksanaan uzlah. Dan adanya uzlah itu merupakan persiapan / pendahuluan untuk tafakur dan untuk membantu kejernihan bertafakur. Dan semua ini harus didahului dengan pemahaman yang baik terhadap ilmu syari’at lahiriyah dan menetapi sifat muru’ah dan adab pada bathiniyahnya. Dan untuk lebih jelas dapat menelaah uraian yang lengkap yang disampaikan oleh Hujatul Islam Imam Abu Hamid Al-Ghazali RA di dalam kitab Ihya’ Ulumuddin BAB Uzlah.
Telah diceritakan di dalam Hadits : تفكر ساعة خير من عبادة سبعين سنة yang artinya Bertafakur satu jam (الساعة) lebih baik dari pada beribadah tujuh puluh tahun.
Dan adalah nabi Isa AS berkata
طوبى لمن نان قوله دْكرا وصمته فكرا ونظره عبرة ان اكيس الناس
من دان نفسه وعمل لما بعد الموة
Beruntunglah orang-orang yang ucapannya adalah dzikir (kepada Allah SWT) dan diamnya adalah tafakur dan penglihatannya adalah mengambil ibarat (pelajaran). Sesungguhnya orang yang paling cerdas adalah orang yang menjadikan dirinya beragama dan melakukan amal untuk bekal sesudah mati.
Ka’b berkata, “Barang siapa yang menginginkan kemuliaan akhirat hendaklah memperbanyak bertafakur. Ditanyakan kepada Umi Darda’, “Amalan apakah yang paling utama yang dilakukan oleh Abu Darda’ “. Dia menjawab “Tafakur”.
Yang demikian itu karena untuk sampai kepada ma’rifah dan diketahuinya hakikat segala sesuatu, dan terlihatnya perkara yang baik dan buruk, yang bermanfaat dan yang berbahaya, dan dapat tampak bahaya nafsu dan tipu muslihat musuh (syaitan), dan terperdayanya dunia adalah dengan tafakur. Dengan tafakur akan dapat diketahui jalan keselamatan dari semua itu serta bagai mana cara menjaga diri agar selamat dari tipudayanya.
Al-Hasan Al-Bashri RA berkata, :
الفكرة مرأة تر بك حسنك وقبيحك
Yang artinya, “Tafakur adalah cermin, darinya engkau dapat melihat baik dan buruk pada dirimu”.
Dan juga dengan tafakur akan tampak kebesaran dan keagungan Tuhan apabila kita mau bertafakur atas ayat-ayat-Nya dan keagungan-Nya serta bermacam – macam ciptaannya. Dan dengan bertafakur pula akan tampak baginya kekuasaan Allah SWT baik yang terang maupun yang tersembunyi dengan itu akan diperoleh faidah berupa ahwal / keadaan dan perilaku yang baik yang dapat menghilangkan penyakit di dalam hatinya dan memperkokoh ketaatannya kepada Allah SWT .
Uzlah yang dimaksudkan dari penjelasan yang singkat di atas terdiri atas khalwah (menyendiri) dimana khalwah ini merupakan salah satu dari empat rukun yang harus dibangun oleh para murid yaitu diam (الصمت), lapar (الجوع), berjaga (السهر) dan uzlah (العزلة).
Syaikh Sahal bin AbuLlah berkata,
اجتمع الخير كله في هدْه الاربع خصال~وبها صار ابدال ابدالا اخمص البطون والصمط والخلوة والسهرو
Kebaikan terkumpul dalam empat hal, dan dengan empat hal itu maka seorang abdal akan benar-benar menjadi abdal. Mengkosongkan perut, diam, khalwat, dan berjaga.