Sabtu, 15 Januari 2011

Diam Sejenak

      Sesaat setelah aku mengurus jenazah, terlihat sesosok tubuh berselimut kain kafan putih dan terbujur kaku. Ku lihat disekelilingnya terlihat sanak saudara saling berangkulan, dan sesekali terdengar sesenggukkan diiringi tetesan air mata kepiluan, keheningan dan kesedihan yang teramat dalam. Sayup-sayup terdengar lantunan ayat suci Al Qur'an dari beberapa orang yang hadir menambah kepiluan mereka yang ditinggalkan. Hari ini, satu lagi saudara kita menghadap Rabb-nya, tidak peduli ia siap atau tidak. Innalillaahi wa inna ilaihi raaji'uun.
     Saudaraku, “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surge maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.”(Ali Imran:185). Dan kehidupan di dunia ini (ibaratnya) hanyalah sebuah mimpi, dimana bangunnya adalah ketika kita mati. Maka, untuk menyakini hal tersebut, bekal apa yang sudah kita persiapkan untuk menyambut maut dan bekal perjalanan yang panjang dan sudah  pasti akan kita temui kesulitan demi kesulitan, yang waktu kedatangannya tidak diketahui namun pasti. “Dan datanglah sakaratul maut yang sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari dari padanya.” (QS: Qaaf: 19) Maka, Rasulullah SAW, ''Perbanyaklah olehmu mengingat kematian, si penghancur segala kesenangan duniawi.'' (HR Ahmad).
Dari Al-Hasan, dia berkata, "Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa salam bertanya kepada para sahabat, "Apakah setiap orang di antara kalian ingin masuk surga?" Mereka menjawab, "Benar wahai Rasulullah." Beliau bersabda, "Pendekkanlah angan-angan, buatlah ajal kalian ada di depan mata kalian dan malulah kepada Allah dengan sebenar-benarnya malu." (Diriwayatkan Ibnu Abid-Dunya). Ketika kita berani menengok ke dalam hati kita, ada berapa banyakkah angan-angan di dalamnya? Ada berapa banyakkah keinginan yang belum terpenuhi disana? Dan berbagai keinginan- keinginan yang semakin membuat kita terlena dalam kehidupan yang hanya sekejab  ini.
     Saat seorang saudara kita mendapatkan gilirannya untuk melakukan perjalanan panjang untuk menghadap Sang Khaliq, saat kita melihat tubuhnya membujur kaku, saat tubuh itu tak berdaya, saat tubuh tanpa nyawa itu diusung untuk dibawa ketempat tujuan awal perjalanan abadi setelah kehidupan dunia ini dan adalah tempat peradilan utama atas setiap amal kita, dan saat kita bersama-sama menanamkan jasadnya ke dalam tanah merah serta menimbunkan tanah diatas tubuhnya, sadarkah kita bahwa giliran kita juga suatu saat akan tiba, dan kenyataan bahwa waktu kita semakin mendekati kita. Abu Darda' berkata, "Jika engkau mengingat orang-orang yang sudah meninggal, maka jadikanlah dirimu termasuk mereka yang sudah meninggal."
     Saudaraku, pernahkah membayangkan betapa dahsyatnya maut menjemput, kita harus meregang nyawa saat malaikat pencabut nyawa  diperintahkan Allah menarik nyawa manusia perlahan-lahan atau bahkan dengan sentakan yang dahsyat, hanya untuk memisahkan ruh dari jasadnya yang sudah terlanjur melekat erat pada unsure kebumian kita Kata Rasulullah saw, " Sesungguhnya semudah-mudahnya kematian adalah seperti duri yang menancap pada bulu kulit domba. Tidaklah duri itu tercerabut melainkan ikut pula tercerabut bulu tersebut". (HR. Ibn Abi ad-Dunya)
Maka Sang Rasul suci itu pernah berkata lewat Watsilah ibn al-Asqa’ : “Datangilah orang2 yang sedang dalam sakaratul maut diantara kalian;bimbinglah mereka dengan kalimat ‘la Ilaha illa Allah’; dan gembirakanlah mereka dengan berita surga. Sesungguhnya orang yang sabar, baik laki2 maupun perempuan, akan merasa bingung saat keadaan genting tersebut.Saat itu, setan sangat dekat dengan anak cucu Adam. Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya pencabutan nyawa oleh malaikat maut itu lebih menyakitkan daripada tebasan pedang. Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah nyawa seorang hamba keluar dari dunia, melainkan setiap keringatnya merasakan sakit.” Dengan berita tersebut, cukup beranikah kita mengatakan bahwa kita termasuk orang yang sabar yang pantas dijanjikan berita surga? Atau malah kita sebaliknya, yang ditampakkan neraka?
      Ketahuilah, Rasulullah manusia kecintaan Allah dan para malaikat-pun merasakan pedihnya sakaratul maut. At- Turmudzi meriwayatkan bahwa A’isyah r.a pernah mengatakan, “Aku tidak menginginkan kemudahan kematian bagi seseorang setelah aku melihat betapa sulitnya kematian pada Rasulullah Saw”. Juga Ibn Abi ad Dun-ya meriwayatkan bahwa Muhammad ibn Ka'ab al Qurzhi pernah mengatkan, "Pernah sampai kepadaku bahwa yang paling akhir mati adalah Malaikat Maut. Dikatakan kepadanya, 'Malaikat maut, matilah!!' Saat itu, dia akan berteriak keras. Seandainya suaranya di dengar oleh penghuni bumi ini, niscaya mereka akan mati ketakutan. Setelah itu , ia mati." 
     Atau Ibn Mas’ud menuturkan bahwa Rasulullah saw pernah bersabda, “Sesungguhnya nyawa seorang seorang mukmin akan keluar disertai cucuran keringat, sedangkan nyawa orang kafir keluar mengalirnya seperti nafas keledai. Sesungguhnya orang Mukmin pasti melakukan kesalahan. Oleh karena itu, dia akan merasakan kesulitan ketika menghadapi kematian sebagai tebusan bagi kesalahannya. Sedangkan orang kafir pasti memiliki kebaikan, sehingga dimudahkan dalam kematiannya sebagai tebusan atas kebaikannya.” (HR. Ath Tabrani) Dari berita ini, manakah yang hendak kita pilih, kemudahan dalam sakaratul maut, yg bisa jadi itu sebagai awal kesulitan kita di alam selanjutnya karena “kekafiran” hati kita, atau kita mengalamai kesulitan karena Allah hendak menyempurnakan kemudahan untuk perjalananan kita selanjutnya??Tentu saat ini kita tidak bisa memilih mana yang terbaik buat kita, tapi amal kitalah yang akan menentukan kita golongan yang mana.
    Saudaraku, bayangkan jika saudara yang baru saja kita saksikan prosesi pemakamannya itu adalah diri kita sendiri.  Bayangkan juga jika yang terbujur kaku terbungkus kain putih itu adalah diri kita yang saat ini tengah menikmati indahnya dunia. Sudah yakinkah kita bahwa kita akan dapat menolong diri   kita sendiri dari peradilan Allah? Akan adakah pertolongan dari orang tua, pasangan kita, anak2 kita, saudara2 kita, sahabat2 kita? Atau, bahkan musuh kita yang akan semakin memberatkan pengadilan kita nanti?Kita hanya diam dan membisu dan membiarkan seluruh tubuh kita bersaksi didepan Allah Ta’ala dan para malaikat-Nya atas waktu dan kesempatan yang diberikan, dan kita hanya bisa menunggu keputusan yang akan diberikan Allah.
     Saudaraku, saat itu kita harus rela menerima keputusan dan menjalankan balasan atas segala perbuatan. Tentu tidak ada tawar-menawar, negosiasi, permohonan maaf, belas kasihan, bahkan air mata pun tidak berlaku dan tidak membuat Allah membatalkan keputusan-Nya. Karena kesempatan untuk semua itu sudah diberikan saat kita hidup didunia, hanya saja sudahkah kita mengambil dan memanfaatkan waktu dan kesempatan yang ada untuk kita tunduk, takut, menangis berharap akan ampunan-Nya dan menuruti perintah-nya sesuai dengan petunjuk pada Kitab-Nya?Sudahkan jalan hidup kita, akhlak kita sesuai dengan manusia panduan kita Rasulullah Muhammad saw?? Jika saat itu tiba , persaksian apakah dari  seluruh anggota tubuh kita? atau tulisan apakah yang ada dalam kitab diri kita?? Atau apakah kita termasuk golongan yang berhak mendapat syafaat Rasulullah Saw?
Allah Ta’ala berfirman :''Katakanlah: Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.'' (Al-Jum'ah: 8).
    Saudaraku, saat tubuh kita terusung diatas kepala para sanak dan kerabat yang menghantarkan kita ke tanah peradilan, tahukah kita bahwa saat itu kita berada dipaling atas dari semua yang hadir dan berjalan, tubuh dan wajah kita menghadap kelangit, itu semata untuk memberitahukan bahwa kita semakin dekat untuk memenui Allah. Tentu kita harus berterima kasih, karena masih ada orang-orang yang mau mengangkat tubuh kita dan mau bersusah-susah menghantarkan, mengubur bahkan membiayai prosesi pemakaman kita. Bayangkan jika kita meninggalkan dunia ini dalam keadaan dibuka semua aib- aib kita oleh Allah Ta’ala Yang Maha Melihat itu, sudah pasti semua orang memalingkan mukanya dari muka penuh kotor dan nista kita. Saat itu, tentu tak satupun dari orang-orang yang masih hidup menangisi kepergian kita bahkan mereka bersyukur. Atau mungkin mereka membuang atau membiarkan jasad kita membusuk teronggok seperti bangkai hewan biasa?Na'udzubillaahi min dzaalik. Ya Allah…tolonglah kami …..
     Saudaraku, kita tentu juga mesti bersyukur saat Allah mengizinkan tanah- tanah merah yang juga makhluk Allah itu menerima jasad kita. Jika karena dosa dan kesalahan kita, ketidak berseraha diri kita, tanah-tanah itu bias jadi -atas izin Allah- ia akan menolak jasad kita karena kesombongan kita berjalan dimuka bumi. Jika ia mau, ia tentu berkata, "Wahai manusia sombong, ketahuilah bahwa tanah ini disediakan hanya untuk orang-orang yang tunduk". Ia juga bisa mengadukan keberatannya kepada Tuhannya untuk tidak mau menerima jasad manusia-manusia yang  tidak berserah diri (muslim) dan serakah menikmati kecintaan akan harta dan dunia. Tanah-tanah itu juga tentu bisa berteriak, "Enyahlah kau wahai jasad penuh dosa, tanah ini begitu suci dan hanya disediakan untuk orang-orang yang tunduk beriman" Tapi, atas kehendak Allah jualah mereka tidak melakukan itu semua.
            Sesaat setelah jenazah dimasukkan ke dalam liang kubur, yang akan terjadi adalah seperti yang dikatakan oleh Abu al Qasim as-Sa’di , “Tidak ada seorangpun, baik yang salih maupun yang jahat, yang bisa selamat dari himpitan kubur. Namun, ada perbedaan antara himpitan terhadap orang Muslim dengan orang kafir. Bagi orang kafir himpitan itu berlaku selamanya. Sementara bagi orang Muslim himpitan itu terjadi pada awal dia diletakkan di dalam kubur. Setelah itu, kuburnya kembali lapang untuknya.”
            Dengan berita ini, kita termasuk golongan yang mana. Lisan kita sering mengatakan bahwa kita seorang Muslim, tapi apakah pencerminan akhlak kita sudah sesuai dengan Muslim yang sesungguhnya, yang berserah diri pada kehendak Allah Ta’ala. Sedangkan Rasulullah saw pernah juga mengataka, “Aku tidak takut syirik di umatku karena mereka menyembah patung dan berhala, tapi cukuplah dikatakan syirik kecil bila dalam hatinya ada riya’” Dalam surat al Maa’uun Allah mengatakan : “…Maka celakalah orang yang sholat, yaitu yang lalai dalam  sholatnya, orang2 yang berbuat riya’…” Dengan hadist Rasul dan ayat tersebut, dimana posisi kita saat ini?
            Bisa kita bayangkan, orang yang sudah sholat saja bisa termasuk dalam kategori celaka, bila masih lalai, dimana sholatnya tidak mencegahnya dari perbuatan mungkar.Juga orang yang di dalam hatinya masih ada penyakit riya’. Sementara halusnya penyakit ini sangat tidak kita sadari muncul atau hilangnya. Subhanallah. Maka, sudah cukup bersihkan amal-amal kita dari rasa riya’?sombong? takabur? Sudah cukup ikhlaskah amal kita semata hanya untuk mengenal-Nya dan mencari ridho-Nya semata? Sudah lapangkah shadr kita ketika tiba-tiba orang terdekat kita memfitnah kita atau mencaci maki dan mencela semua perbuatan kita?
      Saudaraku, saat sekarang Allah masih memberikan waktu dan kesempatan, saat sekarang kita tengah menunggu giliran untuk menghadap-Nya, ingatlah selalu bahwa setiap yang hidup pasti merasakan mati. Saat kita mengantar setiap saudara yang mati, jangan tergesa-gesa untuk kembali ke rumah, tataplah sejenak sekeliling kita, disana terhampar luas bakal tempat kita kelak, ya, tanah-tanah merah itu sedang menunggu jasad kita. Tapi, sudahkah semua bekal kita kantongi dalam tas bekal kita yang saat ini masih terlihat kosong itu?
 "Wahai Tuhan Kami, Kami telah menzalimi diri kami sendiri, seandainya saja Engkau tidak mengampuni kami dan memberikan rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk kaum yang merugi."
Wallahu a'lam bishshowaab


Sumber :-
- Al Qur’an Depag
- Ziarah ke Alam Barzah oleh Imam Jalaluddin as-Suyuthi
- beberapa dari blog tetangga
Permata, Hari Ibu, 22 Dec 2010
Mengenang bunda....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar